Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Cerita Peneboek di Kampung Lilot

23 September 2021   23:04 Diperbarui: 23 September 2021   23:13 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lovepik.com

Selain bisa menikmati indahnya rembulan, suasana keakraban antar warga usai Isya selalu membuatnya rindu pada desa kelahirannya. Namun impian itu kini sirna. Isu penebuk telah membuat warga sibuk mengamankan diri dan keluarga masing-masing.

Siang itu, ketika sinar matahari mulai memancarakan cahaya terangnya, Rian mendatangi warung kopi milik Pak Aceng yang terletak di ujung Desa. Para warga yang biasanya ramai  memadati warkop tersohor di Desa itu, siang itu pengunjungnya terlihat sangat terbatas, hanya pada bebebrapa orang saja. 

Warkop ini biasanya menjadi tempat para warga berkumpul dan saling bercengkrama sesama warga. Kadang kala jadi tempat mencari dan mendapatkan informasi tentang berbagai hal yang menjadi trending topik di masyarakat.

Kehadiran Rian di Warkop Mang Aceng disambut dengan wajah sumringah oleh Mang Aceng dan beberapa warga yang sedang asyik menyeruput dan menikmati kopi terbaik karya istri Mang Aceng. Maklum sudah hampir 9 tahun, Rian tak pernah pulang ke Desa usai menamatkan pendidikannya di Kota.

" Silahkan masuk, wahai orang kota. Apa kabar," sapa Mang Aceng dengan nada suara penuh keakraban sambil tertawa renyah dan menyalami tangan Rian.
" Ah, Mang Aceng bisa aja. Saya ini masih orang udik. Orang kampung ini. Orang Desa ini, Mang. Kebetulan saja kini saya berkarya di Kota. Habisnya di Desa ini tak ada yang mau menerima saya bekerja," jawan Rian dengan nada canda. Dan tawa pun menggelegar dari para warga yang hadir di Warkop.
" Tak ada yang bisa membayar gaji untuk Nak Rian," sambung Mang Mui.
" Sebagai warga kampung kami bangga dengan Nak Rian yang bisa bekerja dan mengabdi di Kota. Membawa nama baik Desa ini. Dan ini bisa jadi katalisator bagi anak-anak Kampung untuk bersekolah tinggi," sahut Mang Dio yang diamini para warga yang hadir.
" Kok jarang ngumpul di depan rumah lagi, Mang? tanya Rian. 

Mendengar pertanyaan Rian, semuanya terdiam. Membisu. Hening. Tak ada satu kata pun yang meluncur dari mulut para warga. Seakan terkunci rapat-rapat.

Usai Sholat Isya berjamaah di masjid Kampung, Rian langkahkan kakinya menuju rumah Pak Kades. Jarak rumah pimpinan tertinggi Desa dengan masjid hanya sekitar 9 rumah. Dan tanpa tersadari, kaki Rian pun telah terhenti di halaman rumah Pak Kades yang masih tetap tak berubah. Masih rumah yang dulu walaupun Pak Kades telah dua kali menjabat sebagai kepala Desa.

Kehadiran Rian disambut dengan hangat oleh Pak Kades dan istrinya. Kehadiran Rian di rumah pimpinan tertinggi Desa seakan menjadi tempat untuk saling berbagi. Ini terlihat dari wajah sumringah Pak Kades dan istri saat menyambut Rian. Seakan-akan ada beban yang hilang dari pundaknya.

" Kita memang harus menyelidiki isu ini, Pak Kades. Tak bisa kita biarkan warga hidup dalam isu yang tak jelas asal usulnya. Di zaman yang sudah moderen ini mana mungkin ada penebuk. Tak kan mungkin orang membuat bangunan dan jembatan menggunakan tumbal kepala anak kecil," jelas Rian sambil menikmati kopi yang dihidangkan istri Pak Kades.
" Itulah nak Rian. Saya sebagai pimpinan Desa telah menyampaikan kepada warga agar tak percaya pada isu ini. Tapi mareka masih belum percaya 100 persen. Isu ini telah membuat warga panik dan takut. Mata pencaharian mereka pun berkurang yang tentunya amat merugikan keluarga mareka," jawab Pak Kades.
" Lantas kenapa kini para warga jarang melaut malam hari Pak Kades?." tanya Rian.

Pak Kades hanya terdiam membisu. Tak ada satu narasi pun keluar dari mulut pimpinan Desa Lilot ini. Rian teringat dengan cerita Ibunya saat dirinya masih kecil soal legenda Peneboek ini. 

Peneboek adalah narasi yang dinarasikan para orang tua kepada anaknya ketika anaknya berkeliaran saat siang hari dan menjelang magrib. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun