Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Di Ujung Malam Jakarta

22 Juni 2021   21:41 Diperbarui: 22 Juni 2021   22:11 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monas-Pinterest/nnoart

Empat puluh hari usai peristiwa malam jalang itu, adalah hari yang  penuh tragedi bagi Prisa. Sebuah bencana besar datang dan menghampiri dirinya. Takkan pernah terlupakan dalam memori otaknya. Kedatangan seorang wanita cantik berkulit putih ke rumahnya telah memusnahkan asa. Memusnahkan harapan hidupnya yang sedang menyala-nyala bak api unggun. Menyesali malam yang penuh kesesatan itu. Menyesali malam yang bertabur kegelapan itu. Menyesali apa yang telah terlakukan.
"Saya hanya ingin katakan pada saudari. Jauhi ayah anak-anak saya. Masih banyak pria muda di dunia ini. Bermartabatlah kita sebagai wanita. Jaga harga dirimu," ujar wanita berkulit putih yang ternyata istri Pak Kakan.
Prisa kaget. Terdiam. Jantungnya seakan-akan mau copot mendengar celotehan itu. Linangan airmata bersalah menetes penuhi ubin-ubin rumah. Dunia pun seakan-akan runtuh. Hendak kiamat. Caci maki dan sumpah serapah terus dihujamkan di ulu hatinya dari mulut para kerabat. Beragam gelar pun terteriakkan dari mulut-mulut berbisa. Julukan hitam pun terpatri dari sekitar tanpa mampu tertahan.

Dan Prisa tak mampu menahan gempuran hujatan bernada hitam pekat yang terus berdesing bak peluru yang dilontarkan tak habis-habis. Malam itu, jam didinding rumah kontrakan Prisa yang terletak di ujung gang telah menunjukkan angka 8. Prisa pun telah bersiap-siap untuk berekspresi dan berganti dunia. Ketukan pintu membuatnya membatalkan niat untuk berganti baju.
"Siapa?" Tanya Prisa sambil bergegas menuju pintu depan.
"Saya. Pak RT," jawab seseorang dari luar. Pintu pun terbuka. Tampak Pak RT didampingi dua hansip di depan pintu rumah.
"Ada apa ya, Pak RT," tanya Prisa penuh keheranan.
"Di depan gang tergolek seorang lelaki dalam keadaan yang menyedihkan. Dan nama Mbak Prisa  berkali-kali disebutnya. Apakah Mbak  kenal? Atau barangkali masih punya ikatan keluarga?," jelas Pak RT dengan intonasi suara penuh wibawa.
"Siapa ya? Tahu namanya, Pak," tanya Prisa lagi.
"Wah, saya tidak tahu. Tapi, bagaimana kalau kita ke sana untuk melihatnya. Barangkali Mbak kenal dan tahu dengan orang itu. Dan siapa tahu pula, lelaki yang tergeletak itu masih ada ikatan keluarga dengan Mbak," tawar Pak RT.

Tawaran Pak RT langsung diangguki Prisa. Dengan langkah penuh kepastian, Prisa menuju mulut gang. Tampak keramaian orang memadat. Beberapa petugas keamanan RT tampak sibuk mengamankan area dimana seseorang pria setengah baya itu tergolek. Saat menembus kerumunan manusia, Prisa kaget setengah mati. Jantungnya mau copot.  Prisa tahu dan amat kenal dengan pria yang terkapar itu.
"Pak Kakan," jeritnya saat melihat pria itu. 

Yang dipanggilpun menoleh. Menatap tajam Prisa. Seakan-akan terpatri kegembiraan yang tak terperikan. Airmata pun mengalir dari kedua kelopak mata Pak Kakan. Senyumnya pun masih tetap menggoda dan menggoda.
"Maafkan aku," ujar Pak Kakan terbata-bata dan lirih. Seiring dengan itu, kepalanya pun terkulai. Detak napasnya berhenti. Suara Innalillahi Wainnalillahi Rojiun pun berkumandang hingga menembus langit.

Toboali, 22 Juni 2021

Salam sehat dari Tobolai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun