Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Smash Mira untuk Merah Putih

15 Juni 2021   12:02 Diperbarui: 15 Juni 2021   12:10 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Smash Mira untuk Merah Putih

Tayangan acara olahraga di sebuah stasiun televisi itu, membuat mata wanita itu memerah. Ada tetes airmata yang keluar dari bola matanya. Apalagi saat lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang seiring dengan penaikkan bendera Merah Putih di podium utama gelanggang olahraga terkenal itu.

Wanita setengah baya itu seolah teringat dengan peristiwa itu belasan tahun yang lalu, saat dirinya berhasil menyabet medali emas dalam tangkai olahraga bulutangkis. Saat itu dia adalah satu-satunya altlet yang berhasil menyumbang medali emas dalam pesta olahraga ternama Olimpiade. Dia dengan bangga menyanyikan lagu kebangsaan dengan semangat patriotisme hingga tanpa terasa tetes airmatanya mengucur deras hingga jatuh ke medali yang dikalungkan di lehernya.

Kini wanita setengah baya itu harus berjuang menantang hidup  dan keganasan kehidupan dengan kemampuannya yang lain. Usai gantung raket sebagai pelubutangkis, Mira harus bertarung nyawa untuk menghidupi buah hatinya yang kini mulai dewasa dan membutuhkan biaya ekstra besar sebagai sopir angkot. Bantuan dari induk olahraga tak dapat diharapkan. Kadang ada, kadang nihil. Menjadi sopir angkot adalah pilihannya kini.

Setiap hari Mira harus bertarung nyawa dijalanan dengan angkot yang dibelinya dari hasil keringatnya saat masih berjaya. Setiap hari Mira mantan atlet itu harus berjibaku dijalanan dengan penumpangnya dan kerasnya terminal untuk bisa bertahan hidup.

Terkadang muncul rasa penyesalan yang mendalam yang tumbuh di sanubarinya. Mengapa dia tidak menyelesaikan sekolahnya?. Padahal ayahnya sangat tidak setuju dengan kiprahnya sebagai atlet bulutangkis.

" Kamu mau makan apa dari bukutangkis? Makan kok? Jualan raket?," hardik ayahnya dengan nada bertanya saat Mira lebih banyak berlatih bulutangkis ketimbang kuliah.

" Saya ingin menyumbang sesuatu buat negara ayah. Saya ingin lagu Indonesia raya berkumandang dipodium olahraga ternama itu," jawab Mira.

" lalu kamu lupakan masa depanmu? Apakah kamu siap tidak makan sepanjang hari?," tanya ayahnya kembali dengan nada tinggi.

" Kamu lupa, Nak. Kamu kurang banyak membaca dan melihat sekitarmu. Berapa banyak atlet yang mengharumkan nama bangsa di panggung olahraga internasional yang diujung hidupnya menderita. Mareka dipuja-puji saat masih berprestasi setelah itu, apa? Kamu pernah dengar nama Gurnam Sing? Hingga hayatnya hidup dalam kondisi luntang lantung," lanjut ayahnya.

 Mira hanya terdiam.

Tekad Mira untuk mengharumkan nama bangsa tak terbendung. Nasioalisme yang ada dalam jiwanya mengalahkan segalanya. Tekadnya cuma satu. Indonesia Raya dan Merah Putih harus berkibar di podium utama pesta olahraga internasional ternama itu. walaupun tantangan dan rintangan terus meneepanya, Mira tak gentar. Tak hanya dari ayahnya. Pacarnya yang seorang dokter pun menentangnya.

" Kalau kamu masih menomor satukan bulutangkis, lebih baik kita pisah," ujar pacarnya.

" Kalau memang itu keputusanmu, tak apa-apa. Yang jelas aku sudah bertekad bulat harus mengibarkan Merah Putih dan mengumandangkan Indonesia raya di podium olahraga itu," jawab Mira.

Berkat latihan keras dengan disertai rasa nasionalisme yang tinggi dalam jiwa, Mira berhasil diikutsertakan dalam kontingen Indoensia ke Olimpiade. Pelepasan kontingen dilakukan Presiden di istana negara.

" Saya sebagai Kepala Negara dan pemerintahan berpesan kepada kalian semua sebagai duta olahraga, naikkan bendera Merah Putih dan gemakan Indonesia Raya hingga dunia tahu tentang negara ini. Mari kita jaga martabat bangsa kita," pesan Presiden.

Mira masih merasakan kenangan bagaimana nikmatnya kemenangan yang dia raih di pentas olahraga terkemuka itu. Smas yang dilontarkannya sambil meloncat bukan hanya membuat lawannya takluk, namun pukulan kerasnya itu membuat dia menjadi juara Olimpiade dan peraih medali emas untuk Indonesia. Sambutan yang diterimanya sangat meriah saat tiba di tanah air hingga iming-iming hadiah dan pekerjaan terus diterimanya dan dijanjikan para pengurus olahraga. saat itu dia merasa sebagai orang yang sangat berharga di negeri ini. Dan usai pesta kemenangan, Mira mulai merasakan janji yang dilontarkan dari mulut berbau mulai tak terbukti. Sejuta alasan mulai dia rasakan.

" Mohon maaf Mbak. Perintah belum turun dari pimpinan. Mohon bersabar ya Mbak," ujar seorang pengurus olahraga.

MIra akhirnya patah arang atas janji-janji bak politisi itu. Dia lantas berpikir keras dengan sisa-sisa bonus yang masih diterimanya. Dan mobil angkot menjadi pilihannya untuk menopang hidup seiring dengan makin menuanya usianya sehingga tak mampu berprestasi lagi.

Mira kaget saat sedang menunggu penumpang di terminal, beberapa petugas terminal berseragam memanggilnya. Mareka meminta Mira untuk tidak mengangkut penumpang dulu karena Presiden mau bertemu.

" Pak Presiden mau ketemu saya?," tanya Mira setengah tak percaya.

" Benar sekali Mbak. Sekarang Pak Presiden menunggu Mbak di kantor," ungkap salah seorang petugas terminal.

" Apa dosa dan salah saya, Pak," tanya Mira lagi.

" Mbak tidak memiliki salah apa pun. Pak Presiden cuma mau ketemu saja," jawab petugas terminal.

Akhirnya dengan hati yang penuh keterpaksaan, Mira bersama petugas terminal menuju Kantor Terminal. Tampak rombongan Presiden telah tiba disana. Dan Pak Presiden menyambut kedatangannya dengan menebar senyuman.

" Saya sudah mendengar prestasi tempo dulu dan pekerjaan Mbak sekarang. Atas nama pemerintah saya akan memberikan pekerjaan yang tetap dan memberikan beasiswa untuk putra Mbak hingga perguruan tinggi. Dan ini surat-suratnya," ungkap Presiden sambil menyerhkan sebuah map. Dan airmata Mira kembali menetes di tanah.

Siang itu cahaya matahari yang memancar di kawasan terminal sangat teduh. Tak seperti biasanya, sinar panasnya sungguh menyengat. Mira pun pulang ke rumah dengan hati yang teduh. Sungguh tak sia-sia pengorbannya selama ini. Ingin dia mengabarkan kepda semua orang bahwa ketika rasa ikhlas berkobar maka semuanya akan menjadi indah pada akhirnya. 

Toboali, selasa, 15 Juni 2021

Salam sehat dari Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun