Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Muda di Pekuburan

3 Maret 2021   22:39 Diperbarui: 3 Maret 2021   23:14 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Perempuan Muda di Pekuburan

Perempuan muda ituselalu terlihat di pusara orang tuanya sejak matahari baru merangkak di permukaan langit hingga tenggelam di ujung barat. Sepanjang hari perempuan muda itu selalu menangis sampai mengering air matanya. Terguncang batin dan jiwa raga perempuan muda itu. Kini harus tinggal sebatang kara di kampung itu tanpa kerabat dan keluarga. Sementara ayahnya semenjak, matanya melihat dunia tak pernah menampak batang hidungnya.

" Ayahmu sudah meninggal saat engkau dalam kandungan," jawab Ibunya setiap dirinya menanyakan tentang ayahnya.

Kehilangan telah mencekik hidup bahkan memenggal kehidupan perempuan muda itu. Tidak ada cara lain baginya, selain menunggui orang tuanya di pemakaman itu. Dan dia sangat paham,  tak mungkin orang tuanya merespons setiap pengaduannya.

Jantung perempuan muda itu hampir lepas dari tangkai ketika dengan mata kepalanya melihat tubuh Ibunya dipenuhi darah. Ia memekik. Berteriak. Dan dengan nada suara tinggi dia bertanya siapa melakukan perbuatan ini kepada Ibunya?. Tidak ada jawaban. Orang-orang bungkam.

Beberapa warga kampung berbisik-bisik ke telinga perempuan muda itu . Mereka  juga menepuk-nepuk pundak perempuan muda itu yang menandakan tanda bela sungkawa. Beberapa  menit kemudian, Perempuan muda itu meminta orang-orang mengafani  mayat Ibunya untuk dimakamkan ke pekuburan. Perempuan itu tampak tabah menerima kenyataan ini sebagai suratan takdir.

Sebelum Ibunya meninggal, rumah perempuan  kerap didatangi  orang suruhan Pak Kades . Hampir setiap hari, utusan Pak Kades bertamu ke rumah perempuan muda itu. Perempuan muda itu kerap mendengar sayup-sayup pembicaraan Ibunya dengan utusan Pak Kades. Pembicaraan mereka itu bermuara pada keinginan Pak Kades untuk menyunting dirinya sebagai istri.

Ibu perempuan muda itu dengan jawaban santun menyatakan bahwa anaknya belum mau berkeluarga.

" Umur anak saya masih sangat muda. Belum layak untuk menjadi seorang istri," jawab Ibunya.

" Ibu jangan membohongi kami. Usia anak Ibu sudah diatas 18 tahun. Sudah tamat SMA," ujar utusan Pak Kades.

Perdebatan terjadi antara Ibunya dan utusan Pak Kades. Wajah mereka dipenuhi percikan api. Mereka saling pandang. Ibu Perempuan muda itu menghela napas. Perempuan muda itu keluar membawa segelas  kopi untuk tamu Ibunya. Mereka memaksakan sesungging senyum mekar dari bibir. Perempuan muda itu membalas tersenyum.

" Ibu jangan terlalu menuruti keinginan anak ibu. Dia sudah sangat layak untuk dinikahkan. Dan calonnya bukan orang sembarangan. Pak Kades. Apa kurang beliau? Harta banyak. Kekuasaan ada. Anak ibu pasti bahagia," ujar lelaki utusan Pak Kades sembari menatap wajah Ibu perempuan muda itu.

" Tapi anak saya belum bersedia untuk menikah. Dia merasa belum pantas," jawab Ibu perempuan muda itu.

Utusan Pak Kades pamit pulang. Gusar sekali dalam  melangkah.  Beberapa orang berpesan kepada Ibunya agar lebih waspada sebab nyawa Ibu perempuan muda itu dalam bahaya. Ibunya tenang-tenang saja. Tak sedikit pun menampak wajah ketakutan.

" Hati-hati Bu dengan Pak Kades. Beliau menggunakan segala cara untuk mendapatkan anak ibu," nasehat para warga.

" Maut itu ditangan Yang Maha Kuasa. Ditangan Allah," ujarnya.

Dalam pandangan Ibu perempuan muda itu, tak seorang pun bisa mengubah kematian seseorang. Kematian tak bisa dimajukan, pun tak bisa dimundurkan. Kalaupun harus mati karena mempertahankan haknya, tidak jadi soal bagi dia. Ibu perempuan muda itu sama sekali tidak gentar

" Lebih baik aku mati dari pada menerima pinangan Pak Kades," ujar perempuan muda itu kepada Ibunya.

Perempuan muda itu kini banyak menghabiskan waktunya di pekuburan. Diatas pusara Ibunya. Dan yang pasti, dia tidak akan pernah menerima pinangan Pak Kades. Itu adalah tekadnya, apa pun resikonya. 

Toboali, rabu, 3 Maret 2021

Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun