" Kopi, Mas," tawar Asih.
" Ya," jawab lelaki muda itu.
" Senja ini, akau ingin melamar mu, Dik Asih," lanjut lelaki muda itu.Â
Asih terdiam.Â
Kopi yang sedang diaduknya dalam gelas tiba-tiba pecah.
Lelaki muda bersarung itu  menatap Asih dengan tatapan penuh makna. Asih, sang penjaga warung hanya menunduk. Tak ada kata yang terucap dari bibirnya. Tak ada. seakan-akan terkunci dengan sangat rapat.
Lelaki muda itu mendekat Asih. Sebuah bisikan dilontarkannya.
" Aku ingin melamarmu, Dik Asih," ucapnya pelan. Asih tiba-tiba menganggukan kepalanya. Kali ini matanya yang indah bak bola pingpong menatap ke arah lelaki muda bersarung itu dengan penuh makna yang hanya bisa diterjemahkan kedua insan manusia itu.
Dikejauhan rombongan burung camar terbang berkejaran dengan awan yang biru. Sementara diorama pelangi menambah keindahan senja itu. Senja itu, senja yang sungguh romantis. yang membuat iri sang rembulan yang mulai terbangun dari mimpi panjangnya. Membuat iri mentari yang mulai rebah ke pangkuan alam raya. Hidup memang harus diberi arti. Kehidupan memang harus diberi makna. itulah hakikat sebuah kehidupan, sebagaimana hakikat hidup Lelaki bersarung itu.
Toboali, Selasa malam, 19 Januari 2021 Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI