Menjelang senja tiba, lelaki muda yang bersarung selalu mampir sebentar di warkop yang terletak di dekat Kantor Desa. Diorama pelangi yang berwarna warni seolah ikut menghantarnya ke warung kopi untuk sekedar menikmati kopi terbaik yang ada di Desa itu. Kepak sayap rombongan camar yang mengangkasa diatas awan yang biru, seakan-akan ikut mengiringi perjalanannya ke warkop itu.
" Kopi, Mas," sapa sang penjaga warung.
" Ya. Mumpung azan magrib belum berbunyi," jawabnya.
Dan biasanya menjelang senja, hanya dirinya dan penjaga warkop yang ada di warkop itu sehingga lelaki bersarung itu bisa menikmati wajah sang penjaga warung kopi dengan leluasa tanpa harus dibaluti dengan kesibukan melayani para penikmat kopi yang biasanya ramai pada pagi dan siang hari.
Menikmati kopi seduhan sang penjaga warung yang cantik di setiap senja, mengukir memorinya. Penjaga warung kopi yang biasa diapnggil Asih oleh para penikmat kopi membangkitkan impiannya tentang masa lalunya. Wajah Asih mirip dengan wanita cantik yang pernah singgah di hatinya beberapa tahun lalu. Seorang perempuan berwajah keibuan yang sangat dijaganya kehormatannya sebagai perempuan. Seorang wanita cantik anak seorang petinggi Desa yang membuatnya bercita-cita tinggi sebagai seorang berpengetahuan tinggi.
" Aku akan melamarmu, kalau akau sudah bertitel," ucapnya kepada wanita anak petinggi Desa itu. Wanita anak petinggi Desa itu tersenyum. Sinar rembulan malam pun  ikut tersenyum mendengar narasi lelaki muda itu. Seolah-olah ikut berbahagia. Kelap kelip bintang dialngit menambah keindahan malam itu. Cahaya purnama pun tiba dengan senyumnya yang khas.
Lelaki muda itu harus menelan kegetiran hidup. Usai wisuda, dirinya mendapati kabar bahwa wanita anak Petinggi Desa telah disunting seorang lelaki muda dari Kota. Dunia serasa mati. Purnama serasa tak bercahaya. Angin pun mati. Tak bertiup. Kelap kelip bintang pun tak terlihat. yang ada hanya kegelapan dan kegelapan malam.Â
Kegetiran hidup mendamparkannya di Desa ini. Sebuah Desa yang jauh dari hiruk pikuk Kota. Sebuah perkampungan yang amat damai yang dipenuhi hijaunya dedaunan. Rimbunnya pepohonan membuat lelaki muda itu amat bahagia hidup dan berkehidupan di desa ini. Pengetahuan yang didapatnya dibangku kuliah didedikasihkannya untuk mengajar anak-anak Desa.Â
" Sebagai anak Desa kita harus berilmu biar tidak dibodohi orang-orang Kota. Sebagai anak Desa kita harus berpengetahuan, biar tidak mudah dikadalin orang-orang Kota," pesannya kepada anak-anak Desa.
Penjaga warung kopi itu telah memunculkan semangat hidupnya. Wajah Asih yang cantik telah memuncratkan harapannya yang sempat padam. Kelembutan Asih sebagai orang Desa telah memberinya harapan.Â
Senja itu, seperti hari-hari biasanya yang sudah menjadi kebiasaannya , lelaki muda bersarung mampir ke warkop itu. Hanya ada Asih sendiri.
" Kopi, Mas," tawar Asih.
" Ya," jawab lelaki muda itu.
" Senja ini, akau ingin melamar mu, Dik Asih," lanjut lelaki muda itu.Â
Asih terdiam.Â
Kopi yang sedang diaduknya dalam gelas tiba-tiba pecah.
Lelaki muda bersarung itu  menatap Asih dengan tatapan penuh makna. Asih, sang penjaga warung hanya menunduk. Tak ada kata yang terucap dari bibirnya. Tak ada. seakan-akan terkunci dengan sangat rapat.
Lelaki muda itu mendekat Asih. Sebuah bisikan dilontarkannya.
" Aku ingin melamarmu, Dik Asih," ucapnya pelan. Asih tiba-tiba menganggukan kepalanya. Kali ini matanya yang indah bak bola pingpong menatap ke arah lelaki muda bersarung itu dengan penuh makna yang hanya bisa diterjemahkan kedua insan manusia itu.
Dikejauhan rombongan burung camar terbang berkejaran dengan awan yang biru. Sementara diorama pelangi menambah keindahan senja itu. Senja itu, senja yang sungguh romantis. yang membuat iri sang rembulan yang mulai terbangun dari mimpi panjangnya. Membuat iri mentari yang mulai rebah ke pangkuan alam raya. Hidup memang harus diberi arti. Kehidupan memang harus diberi makna. itulah hakikat sebuah kehidupan, sebagaimana hakikat hidup Lelaki bersarung itu.
Toboali, Selasa malam, 19 Januari 2021 Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI