Di pagi seperti apa, yang ingin kau nikmati dari beranda, sambil memunguti jenazah embun yang bermatian, dari rerumputan? Kemudian memakamkannya di langit yang berangin. Agar segera terkumpul menjadi awan-awan dingin.
Apakah pagi yang bernyanyi, menyediakan matamu keindahan bunga Lily, lalu bersama-sama mengajakmu bernarasi, tentang mimpi tadi malam, saat kau terjerembab dalam kerumitan masa silam?
Pada senja apa, yang mau kau sejenak menjeda, dari menyiram bunga, di halaman yang rusuh oleh daun-daun mangga? Lalu kau menimbunnya sampai pinggiran kolam, tempat bunga bakung tumbuh subur tanpa kawan, sangat kesepian.
Apakah senja dengan pipi merona, mata berkaca-kaca, alis mata terangkat, dan langkah bersijingkat. Lantas mengajakmu menari, dalam iringan musik hujan, menghabiskan sisa petang di pelataran?
Ketika malam datang bertamu, cahaya seperti apa yang hendak kau ampu? Sementara langit padam dan lampu-lampu hanya bisa menyuarkan sinar buram?
Apakah malam yang telah menyelesaikan pertapaannya, berlaku bijaksana, lalu memberimu petuah tentang gelap dan terang, adalah padanan sederhana mengenai keberangkatan dan pulang, manakala dulu kau menerima takbir saat dilahirkan, juga kelak ketika menjemput takdir kematian?
Kepada pagi, senja, dan malam. Kau selalu hadir dengan deretan pertanyaan. Dan mereka akan menjawabnya secara sederhana; Sudahlah lalui saja. Kau akan sampai juga di sana.
Bogor, 10 Nopember 2019