Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penjelajah Masa Lalu (Episode 6, Candi Laut Selatan)

3 Oktober 2019   19:58 Diperbarui: 3 Oktober 2019   20:07 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya

Mata putih Dara terus membeliak lebar sambil pelan-pelan menghampiri ketiga lelaki yang juga terus mundur hingga mepet ke dinding dan tak bisa kemana-mana lagi. Dari bibirnya yang pucat tak henti melantunkan tembang berbahasa kuno yang melambangkan dalamnya kepedihan.

Sambil berkonsentrasi Raja memberanikan diri mengangkat tangannya untuk menghentikan Dara yang nampaknya kerasukan.

"Hihihihihihihihihihihi," Dara memang berhenti berjalan dan menembang. Sebagai gantinya dari mulut tipis itu berkumandang ketawa panjang mengerikan. Seolah mentertawakan upaya Raja yang tak ada gunanya.

Wajah Raja memucat. Apa yang harus mereka lakukan untuk menyadarkan Dara?

Apalagi sekarang dari ujung-ujung jari Dara yang terangkat, nampak tumbuh kuku-kuku tajam yang memanjang perlahan-lahan. Sampai akhirnya berhenti di ukuran tak kurang dari 7 cm. Kuku itu nampak berkilat-kilat diterpa sinar matahari yang masuk dari celah-celah pintu. Kelihatannya cukup tajam kalau hanya untuk menyembelih hewan. Fiuuhh!


Raja teringat sesuatu. Tidak tersedia banyak pilihan sekarang.

Diambilnya botol kecil berisi minyak kayu putih dari tas pinggangnya lalu dengan buru-buru disiramkannya ke muka Dara.

Entah karena kaget atau memang akibat bau minyak kayu putih itu yang begitu menyengat, Dara langsung menutupi muka dengan tubuh limbung. Kesempatan itu dipergunakan oleh ketiga lelaki itu untuk memegangi kedua lengan Dara yang berbahaya.

Sambil terus merasakan pedasnya mata, Dara meronta-ronta sekuatnya.

Raja, Raka, dan Bima, ketiga lelaki yang dari posturnya jauh lebih tinggi dan tegap dibanding Dara yang mungil, kewalahan menahan tubuh yang meronta-ronta itu. Gila! Sepertinya Dara mendapatkan kekuatan melebihi seekor kerbau dari alam sana!

Kalau begini caranya, mereka tidak akan bisa menahan Dara lebih lama.

Raka mengambil inisiatif aneh. Dia memberi isyarat kepada dua temannya untuk menahan tangan mengerikan itu lebih kuat. Raka mengambil posisi di depan Dara. Dipeluknya leher gadis itu dan diciumnya bibir menakutkan itu!

Mendadak tubuh Dara mengejang. Seperti terkena sengatan setrum mematikan. Lalu terdiam dengan tubuh lunglai. Menggelosoh pingsan.

Raja dan Bima saling berpandangan. Keduanya lalu memandang Raka dengan mata keheranan. Darimana ide aneh itu berasal? Menyadarkan orang kesurupan dengan mencium bibirnya? Benar-benar aneh!

Raka tersenyum tipis.

"Makanya banyak-banyak baca buku kawan. Itu adalah cara tradisional orang-orang tempo dulu. Jika yakin bahwa yang merasuki adalah perempuan," Raka menjelaskan tanpa melepas senyuman. Hmm, kalau dalam kondisi sadar dia mencium Dara, barangkali tinju kecil itu sudah melayang ke mukanya. Hihi.

"Lalu darimana kau tahu yang merasuki Dara itu perempuan?" Bima masih keheranan.

"Ah itu perkara sederhana sobat. Mana ada hantu laki-laki berkuku panjang?" Raka melepaskan keheranan yang tadinya masih membayang di muka Raja dan Bima.

Raja dan Bima manggut-manggut. Masuk akal.

Raka memandang kedua temannya penuh kemenangan. Dia berpaling ke arah Dara yang tadi kembali mereka baringkan di meja panjang. Berniat untuk mengikat kedua lengan Dara untuk berjaga-jaga.

Hilang! Dara hilang! Tubuh itu lenyap tak berbekas!

Perubahan air muka Raka terlihat begitu jelas sehingga Raja dan Bima menoleh ke arah pandangan Raka. Keduanya pun kaget bukan alang kepalang.

-----

Dari atas pohon, Ketiga penduduk desa yang dicekam rasa ketakutan itu menyaksikan betapa harimau yang sudah dikabarkan punah itu mengendus-endus udara. Mungkin sedang membaui mereka! Ketiganya menahan nafas dalam gigil yang begitu kentara.

Dugaan ketiganya tidak terbukti. Setelah berhenti sebentar di bawah pohon air, harimau itu berjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat itu. Langsung melangkah di air dan menuju tengah situ!

Ketiga orang itu begitu takjub menyaksikan harimau itu sama sekali tidak berusaha berenang sama sekali meskipun air sudah mencapai leher, lalu menenggelamkan seluruh tubuhnya.

Ketiganya saling berpandangan. Tidak salah lagi! Harimau itu pasti harimau jadi-jadian!

Pak Acep turun dari pohon terlebih dahulu. Disusul berturut-turut oleh Mang Ujang dan Kang Maman.

"Tempat ini sungguh aneh Pak Acep. Terlalu aneh. Seur anu teu kahartos ku nalar," Mang Ujang membuka percakapan sambil mengusap keringat yang tak berhenti menetes di dahinya. Harimau jadi-jadian tadi sungguh menakutkan.

Pak Acep hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Dia sepakat tentang hal itu. Tadi saja waktu dia melakukan samadi, tiba-tiba saja muncul suara geraman menakutkan yang ternyata harimau jadi-jadian yang sengaja datang untuk mengganggu ritualnya.

Dan dia tidak kuat. Lari tunggang langgang lalu menemukan pohon tinggi ini. Bertepatan pula dengan kedatangan teman-temannya yang entah bagaimana tiba-tiba muncul di bawahnya.

Duh, kumaha yeuh?

Jakarta, 3 Oktober 2019

Catatan;
Seur anu teu kahartos ku nalar; Banyak hal yang tidak masuk akal
Kumaha yeuh?; Bagaimana ini?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun