Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

12 Desember 2018   01:08 Diperbarui: 12 Desember 2018   02:20 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiiiiihhh..... Dyah Puspita semakin merinding.  Dia tidak takut bertarung menghadapi berapa ratuspun manusia.  Sesakti apapun.  Tapi kalau setan dengan penampakan yang seram seram? Uuuuhh...bagaimanapun dia adalah seorang gadis muda yang sering giris melihat sesuatu yang di luar nalar.

Dyah Puspita berlari ke pondok.  Duduk di samping Arya Dahana yang masih tergolek lemah.  Tanpa disadarinya dia memegang erat tangan Arya Dahana.  Hangatnya tangan Arya Dahana ternyata sedikit memulihkan keberanian.  Hangat!! Sanghyang Widhi!

Bukannya tadi pagi waktu terakhir memeriksa, tangan Arya Dahana masih sedingin embun?!  Dia menoleh menatap wajah pemuda di sampingnya yang sedang tersenyum lemah kepadanya.   Tersenyum?! Dyah Puspita hampir terlonjak berdiri.  Dipegangnya tangan itu semakin erat.  Ditatapnya wajah yang kini tersenyum geli.  

Tanpa bisa dicegah lagi, direngkuhnya tubuh kurus pemuda itu dalam dekapannya.  Bahkan saking gembiranya, lagi lagi tanda disadarinya, dia mencium pipi kanan kiri pemuda itu dengan begitu bersemangat.  Dyah Puspita baru berhenti menciumi saat Arya Dahana terbatuk batuk menahan sesak nafas didekap sedemikian erat olehnya.  

Pipi Dyah Puspita seperti udang rebus yang terlalu matang sekarang.  Sangat merah dan tersipu sipu.  Dijauhkannya dirinya dari pemuda itu dan menunduk malu.  Namun di pelupuk matanya mengembang sedikit air mata dan sedikit terisak.

"Kakak Puspa...kenapa menangis?...hey, aku sudah kembali..." Arya Dahana memegang pundak Dyah Puspita dan mengguncangnya pelan.  Bukannya berhenti, Dyah Puspita malah terisak isak.  Arya Dahana meraih tubuh Dyah Puspita dan memeluknya dengan hangat.  Gadis jelita itu semakin sesenggukan.  Tubuhnya terguncang guncang di pelukan Arya Dahana.  

Pemuda itu tersenyum sabar.  Memegang kedua pundaknya kemudian membimbing gadis cantik itu duduk.  Dyah Puspita yang merasakan ketenangan yang sangat mendalam saat dalam pelukan Arya Dahana tadi tetap terisak tapi tersenyum samar sambil memegang pipi Arya Dahana.

"Kamu telah menyelamatkan aku beberapa kali tanpa berhitung keselamatanmu sendiri Arya.  Aku sangat berhutang budi kepadamu.  Ayahmu menitipkanmu kepadaku agar menjagamu.  Tapi ternyata kamulah yang banyak menjagaku..." isak Dyah Puspita terharu. 

Arya Dahana tersenyum lebar sekarang," jangan berkata seperti itu...aku pernah bilang dulu bahwa kita akan saling menjaga bukan?  Kamu juga telah menyelamatkan nyawaku berkali kali Kak Puspa...terimakasih ya."

Dyah Puspita menatap mata pemuda itu dalam dalam," sama sama Arya, boleh aku minta satu hal padamu?,"

Arya Dahana mengangguk tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun