Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

12 Desember 2018   01:08 Diperbarui: 12 Desember 2018   02:20 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dyah Puspita membaringkan Arya Dahana di pondok yang selesai dibuatnya.  Kemudian mencari air tawar dan bersih untuk mandi dan juga sekaligus untuk membersihkan tubuh Arya Dahana nanti.  Siang itu banyak hal yang dilakukan Dyah Puspita.  Setelah membersihkan tubuh dan muka Arya Dahana menggunakan air bersih yang dibawanya dari sungai, Dyah Puspita  menyalakan api untuk menghangatkan tubuh malam ini.  

Cuaca sedang cerah.  Hujan sepertinya masih jauh musimnya.  Sambil tersenyum gembira dia menganyam daun daun kelapa muda untuk alas tidur. Entah mengapa perjalanan kali ini membuatnya menjadi riang.  Jauhnya jarak yang harus ditempuh.  Sulitnya medan dan kelelahan mencari daun dan akar obat serta selalu merawat Arya Dahana setiap pagi dan sore hari,  tidak terasa sama sekali.  Dia melakukannya dengan senang hati. 

Didengarnya suara gemerisik dari rimbun hutan di belakangnya.  Dilihatnya Sima Lodra datang dengan membawa seekor rusa muda.  Ekornya dikibas kibaskan pertanda banyak berlimpah binatang buruan di dalam sana.  Dyah Puspita tersenyum dan segera membawa rusa muda itu ke sungai untuk dibersihkan.  Sementara Sima Lodra duduk tenang di samping Arya Dahana sambil menjilati badannya.  

Malam itu mereka bersantap malam dengan nyaman dan tenang.  Arya Dahana belum tersadar sehingga seperti biasa Dyah Puspita hanya meneteskan air bersih di mulutnya agar tubuhnya tidak kehilangan air dengan cepat.  Dyah Puspita belum tahu persis apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan di sini.  Tapi dia percaya sepenuhnya kepada Sima Lodra.  Besok dia akan bertanya kepada harimau putih apa yang harus mereka lakukan selanjutnya di sini.  

Bertanya pada binatang? Hmmmm...rupanya aku sudah setengah gila...pikir Dyah Puspita geli.

Keesokan harinya, Dyah Puspita terbangun dengan tubuh segar bugar.  Dia memulai pagi yang hangat dengan berlatih ringan di pantai.  Dilanjutkan berlatih berat pukulan Braja Musti di laut yang sepinggang dalamnya.  Matahari memandikan tubuhnya yang molek segar.  

Terlihat seperti peri yang tersesat sendirian dan bermain air laut sebagai pelampiasan kesepiannya.  Setelah selesai berlatih, Dyah Puspita kembali melakukan aktifitas rutin memandikan Arya Dahana.  Menyiapkan makan pagi dan bersiap siap mencari ikan di laut untuk santap siang nanti. 

Saat dia sedang asyik memancing di laut dengan menggunakan pancing seadanya yang dibuat sendiri.  Terdengar auman lirih di belakangnya.  Dyah Puspita menengok dan melihat Sima Lodra duduk menunduk dengan takzim sambil mengaum lirih tiada henti.  Matanya menatap ke tengah lautan dengan tajam.  

Semilir angin yang tadinya menghembus pelan, sekarang berhenti sama sekali.  Kicau burung yang sebelumnya ramai bersahutan, kini tak kedengaran lagi.  Bahkan debur ombak yang tadinya bersemangat menghempas batu karang, sekarang kecipaknya tak terdengar sama sekali.  Alam terdiam.  Suasana menjadi hening.  Benar benar sunyi.  Seperti kuburan mati. 

Dyah Puspita meremang semua bulu di tubuhnya.  Belum pernah dia menghadapi situasi semengerikan ini.  Hawanya benar benar lain.  Seperti semua roh sedang berkumpul, menghisap nyawa dan keberanian manusia di sekitarnya.  

Dyah Puspita menggigil mengingat semua cerita yang pernah didengarnya tentang tempat ini.  Tidak salah jika manusia enggan menginjakkan kaki di wilayah horor ini.  Dunia serasa terpisah di luar.  Ini adalah tempat iblis dan setan memulai dan menutup hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun