Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

7 Desember 2018   22:47 Diperbarui: 7 Desember 2018   22:51 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harimau ini ternyata besar sekali.  Hampir dua kali ukuran harimau yang biasa dijumpainya.  Bulu dan surainya berwarna putih bersih tanpa ada sedikitpun warna lainnya.  Gigi taringnya yang besar besar diperlihatkan seolah tersenyum mengejek kepada Dyah Puspita.

"Sima Lodra...mereka adalah tamuku.  Jangan ganggu."  Sebuah suara mencegah harimau itu maju lebih jauh ke depan.  Sang harimau membalikkan langkahnya dan pelan pelan menuju sudut gua kemudian meringkuk dengan santai di sana.  Masuklah Ki Gerah Gendeng dengan langkahnya yang gontai sambil membawa sebuah bungkusan daun.

"Makanlah ini perempuan.  Ini akan memulihkan tenagamu dengan cepat."Ki Gerah Gendeng berkata pendek sambil menyodorkan bungkusan daun itu kepada Dyah Puspita.  Tidak ada sedikitpun keramahan dalam suaranya.

Dyah Puspita mengangguk sebagai tanda terimakasih.  Diraihnya bungkusan itu dan membukanya dengan cepat.  Perutnya memang keroncongan sejak tadi.  Matanya terbelalak lebar,

"I..i..ni ca...ca..cing Ki,"suaranya bergetar menahan jijik.

"Itu memang cacing.  Cacing dasar danau Ranu Kumbolo.  Makanlah.  Kalau kau tak suka, buanglah.  Aku jamin kau tidak akan pulih  sampai lebih dari satu purnama." Ketus Ki Gerah Gendeng.

Dyah Puspita menatap makanan di hadapannya dengan perasaan campur aduk.  Ingin segera pulih, jijik, ingin muntah, menjadi satu dalam perasaannya.  Disingkirkannya rasa jijik dengan cepat.  Dia harus segera pulih.  Sudah terlalu lama dia meninggalkan ibukota dan pekerjaannya.

Selain itu, jika masih sakit, dia tidak akan bisa melindungi Arya Dahana dan memenuhi amanat yang diberikan Arya Prabu.

Sambil memejamkan mata, diraihnya makanan aneh itu dan dimasukkannya dalam mulut cepat cepat tanpa mengunyah.  Rasanya memang aneh dan anyir.  Tapi begitu masuk ke dalam perutnya, rasa hangat menjalar di sekujur tubuhnya.  Membuka aliran darahnya yang kacau balau akibat pertempuran dengan Lima Begal Garahan.  Dihabiskannya makanan aneh itu dengan cepat.  Setelah itu dia mulai bersamadi memulihkan diri.

Malam berlalu dengan cepat.  Pagi mengintip malu malu di ujung timur.  Cahayanya yang redup kesulitan menerobos kabut tebal lereng Arjuna. Dyah Puspita membuka matanya.  Tenaganya sudah hampir pulih sepenuhnya. Cacing aneh itu benar benar ajaib!

Dia mendekati dipan tempat Arya Dahana berbaring.  Alangkah kagetnya dia! Anak kecil itu tidak ada!  Matanya mengitari ruangan gua itu mencari cari.  Kosong!  Dyah Puspita melompat cemas keluar gua dengan kecepatan kilat.  Hampir saja dirinya bertabrakan dengan sosok lain yang akan memasuki gua.  Harimau putih itu!  Dyah Puspita bersiaga penuh.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun