Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

7 Desember 2018   22:47 Diperbarui: 7 Desember 2018   22:51 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ki Gerah Gendeng beralih kepada sosok satunya lagi.  Seorang gadis yang sangat cantik dengan baju yang compang camping tidak karuan.  Jangan jangan gadis ini juga gila pikirnya.  Secantik dan semolek ini tapi bajunya tidak nggenah.

Ki Gerah Gendeng meraba pergelangan si gadis.  Badannya sangat panas tapi keringat yang keluar sangat dingin.  Orang tua aneh itu terperanjat.  Dia salah menduga dari awal.  Gadis ini juga terluka parah.  Diperhatikannya luka yang diderita si gadis tidak parah parah amat, tapi kenapa akibatnya begini parah.  Beberapa memar di tubuhnya memang menimbulkan luka dalam tapi tidaklah parah.  Dengan teliti diperiksanya sekujur tubuh si gadis.

Aaaaahhh ada sesuatu yang ganjil sepertinya.  Terdapat luka karena sabetan pedang agak lebar di atas lengan kirinya.  Luka yang sebetulnya tidak terlalu dalam namun darah yang mengering terlihat aneh dan berwarna kehijauan.  Ki Gerah Gendeng mendekatkan matanya pada darah kering tersebut, mencium baunya, kemudian mendadak teringat sesuatu.

Dia kembali kepada Arya Dahana yang masih tergeletak pingsan.  Di perhatikannya dengan seksama lengan kirinya yang masih menyisakan warna kehijauan.  Hijau yang sama!  Ki Gerah Gendeng mengrenyitkan dahinya dan muncullah pengertiannya akan apa yang terjadi.  Dyah Puspita menderita luka dalam dan luar yang tidak terlalu parah.  Tapi luka terbuka di lengannya ternyata teracuni oleh racun yang mengendap di tubuh Arya Dahana pada saat dia menggendongnya.  Racun yang ganas! Ki Gerah Gendeng bergidik.

Dia lalu membuat ramuan dari biji dan daun daun aneh yang entah darimana didapatnya.  Ditempelkannya pada luka luka dalam yang diderita oleh Dyah Puspita.  Luka terbuka keracunan di lengan Dyah Puspita ditempelinya dengan sebuah batu giok berwarna bening.  Ajaib! Darah kering yang menempel dan luka yang berwarna kehijauan itu perlahan lahan memudar dan berwarna normal.  Sedangkan batu giok itu berubah warna menjadi hijau gelap.

Malam itu Ki Gerah Gendeng membuat perapian yang agak besar untuk menjaga kehangatan gua.  Malam itu memang sangat dingin sekali. Pepohonan di sekitar gua bahkan ikut ikutan menggigil menahan dingin.  Gua yang kecil gelap itu seperti menyimpan es satu gunung.  Mulutnya berusaha mengatup agar kedinginan itu abadi.  Sehingga tak perlu lagi meminta salju untuk mendatangi.

Arya Dahana masih pingsan.  Sedangkan Dyah Puspita sudah sadarkan diri namun sangat lemah.  Sehingga hanya sanggup duduk bersila sambil menghangatkan diri di dekat perapian.  Dia belum bisa berkata kata.  Hanya matanya yang terlihat khawatir terus memandangi tubuh kecil yang meringkuk di dipan.

Mata Dyah Puspita meneteskan bulir bulir air mata melihat dada kecil itu naik turun dengan teratur.  Hatinya lega tapi tetap was was karena dilihatnya tubuh itu sama sekali tidak bergerak.  Ki Gerah Gendeng sendiri tak nampak batang hidungnya.  Sedari tadi sebelum Dyah Puspita siuman, dia sudah pergi meninggalkan gua.

Dyah Puspita terkesiap melihat sekelebat bayangan besar bergoyang goyang memasuki gua.  Seekor Harimau! Harimau berwarna putih! Dikumpulkannya segenap tenaga yang masih ada. Digeserkan tubuhnya sekuat tenaga mendekati dipan untuk melindungi Arya Dahana.  Dalam keadaan normal, dia tidak akan takut sedikitpun pada binatang buas.

Bahkan dia sanggup menghadapi sekawanan harimau dan mengalahkannya.  Tapi kondisinya sekarang sedang tidak berdaya.  Tetap, dia tidak akan menyerah.  Diraihnya apa saja yang ada di dekatnya untuk mempersenjatai diri.  Tidak ada apapun di sekitar situ yang bisa dijadikan senjata.  Dyah Puspita menetapkan hati.  Seekor binatang buas yang sudah kenyang pasti tidak akan mencari mangsa lainnya.  Dialah mangsa itu untuk menyelamatkan Arya Dahana.

Harimau putih itu berjalan mendekat dengan langkah waspada. Geramannya rendah namun menggetarkan jantung siapapun yang mendengarnya. Matanya yang kehijauan terkena sinar api seperti menyala.  Dyah Puspita bergidik ngeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun