Aku baru menyadari betapa pentingnya menjadi malam. Â Setelah aku mencoba masuk lebih dalam ke kegelapan. Â Ternyata tidak mudah bertanggung jawab terhadap segala hal yang berbau misteri dan ketidaktahuan. Â Jika di baliknya tak ada arti yang dalam. Â Di sinilah aku baru paham.
Cahaya tak disebut menerangi jika tak ada sebutan gelap. Â Kunang-kunang tak disebut berkerlipan jika tak ada istilah kelam. Â Matahari hanyalah semacam kudapan kata jika pada akhirnya bukan menggantikan hitamnya malam.
Hujan tak bermakna menghilangkan kehausan jika tak ada kemarau yang mengeringkan tenggorokan. Â Air tak mungkin dididihkan jika percikan api tak ditimbulkan. Â Lautan tak berarti lagi jika kemudian daratan lalu dimusnahkan.
Sebuah makna akhirnya memang harus bertemu dengan kebalikannya jika ingin disebut bermakna. Â Saling menguatkan. Â Saling membutuhkan. Â Tidak pernah berniat saling meruntuhkan. Â Apalagi untuk saling menghilangkan.
Seperti juga cinta. Â Bagaimana bisa disebut cinta jika dua hati saling tidak berkata. Â Menyembunyikan kecemburuan. Â Meniadakan salah paham. Â Membekukan kesalahan. Â Itu bukan cinta. Â Itu jelas adalah sandiwara yang sempurna.
Jakarta, 22 April 2018