Aku bertamu di malam-malammu melalui mimpi yang baru setengah kau jalani. Â Aku membawa serta berlembar-lembar puisi yang aku tulis menggunakan getah damar. Â Aku bacakan dengan suara yang aku tiru dari rayuan pantai kepada nyiur muda agar jangan menjatuhkan buahnya.
Aku ketuk pintu rumahmu dengan nada yang dinyanyikan Glen Freddly dalam lagu Januari. Â Itu untuk mengingatkan kau jangan sampai patah hati gara-gara mimpi. Â Masih banyak mimpi yang mengantri di belakang. Â Kau tinggal pilih mana yang bisa membawamu terbang.
Apabila kau terlarut di sepertiga terakhir malam. Â Panjatkan doa-doa hingga menembus atap rumah. Â Biarkan udara mengalirkannya kemana-mana. Â Doamu akan mencari sendiri dimana Tuhannya.
Manakala setelahnya kau memutuskan untuk tidur lagi. Â Jangan lupa untuk mempersiapkan gugatan kepada pagi. Â Katakan, sisakan embunmu untuk membasuh muka. Â Beningnya akan mengingatkanmu seperti apa tulusnya sebuah cinta.
Saat kau terbangun. Â Segeralah berkumur dengan air perasan Anggrek Bulan. Â Kau akan merasakan betapa manisnya rasa purnama setelah dihangatkan matahari. Â Barulah kau paham letak mimpi yang kau cari.
Sampit, 29 Maret 2018