Aku menulis namamu di putih langit-langit kamar. Â Menggunakan sebatang kapur berwarna hitam. Â Aku ingin membacanya sesaat sebelum aku tidur. Menghafalkannya seperti aku menghafal warna pelangi. Â Aku tak mau lupa. Â Menyebutkan namamu dengan berbagai jenis nama bunga.
Lupa adalah nama tengahku. Â Aku lupa tertawa. Â Aku lupa mengaji. Â Aku lupa peduli. Â Aku takut lupa padamu karena itu sama saja dengan mati.
Jika lupa mengambil alih sebagian ingatanku. Â Aku bisa seberang berang-berang saat sungainya mengering tanpa ikan. Â Memperlihatkan taring kemarahan tapi akhirnya tetap menggelepar kelaparan. Â Karena ingatan itulah sebenar-benarnya alasanku. Â Tetap mencintaimu.
Ingatanku berbatas waktu. Â Ruang di kepalaku hampir mampat. Â Sebagiannya terkunci rapat. Â Aku sisihkan sisanya hanya untuk pagi, hujan dan kenangan yang terselamatkan.
Jakarta, 20 Maret 2018