Mohon tunggu...
Mileni Umayya
Mileni Umayya Mohon Tunggu... Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal Soedirman

Back to nature

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Valuasi Sumber Daya Alam: Pentingnya Menghitung "Harga" Kehilangan Alam di Bogor

11 September 2025   16:14 Diperbarui: 11 September 2025   16:14 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Penulis: Mileni dan Rahab

Valuasi sumber daya alam (SDA) adalah proses menghitung nilai ekonomi semua manfaat yang diberi alam bukan hanya barang yang bisa dipanen seperti kayu, ikan, atau hasil pertanian, tetapi juga fungsi ekosistem seperti menyimpan air, mencegah erosi, mengatur aliran air, dan menjaga kualitas udara. Valuasi SDA membuat kita memahami kerugian nyata ketika alam rusak.

Fenomena nyata di Bogor: Cerita dari Hulu, DAS, dan Kerusakan yang Terjadi

1. Penurunan Tutupan Vegetasi di Hulu DAS Ciliwung

Pada tahun 2013, tutupan vegetasi hutan di Hulu DAS Ciliwung seluas 6.136,38 hektare, menurun menjadi 5.417,70 hektare pada 2023. Di sisi lain, lahan terbuka dan terbangun di area tersebut meningkat dari 1.623,20 ha menjadi 3.603,47 ha dalam rentang waktu yang sama. Sekarang, tutupan vegetasi cuma sekitar 14,04 persen dan kawasan hutan hanya 10,60 persen dari total luas DAS jauh di bawah standar minimum yang disyaratkan.

2. Hilangnya Hutan di Kawasan Puncak

Antara tahun 2000 sampai 2016, hutan di Puncak hilang sekitar 5.742 hektare, rata-rata 358 hektare per tahun. Dampaknya nyata: kawasan longsor muncul di titik-titik seperti Megamendung sampai Rumah Makan Rindu Alam. Banyak vila liar yang dibangun di area hutan lindung, kemudian disegel pemerintah untuk mengembalikan fungsi alami hutan.

3. Kerugian Ekonomi dari Banjir dan Longsor

Pada awal tahun 2025, Kabupaten Bogor mengalami bencana banjir dan longsor yang menimbulkan kerugian sampai Rp 1,58 triliun. Rinciannya: rumah rusak senilai Rp 109 miliar, jalan Rp 62 miliar, jembatan Rp 23 miliar, jaringan listrik Rp 19 miliar, irigasi Rp 860 miliar, pertanian Rp 78 miliar, air bersih Rp 5,8 miliar, sekolah Rp 8 miliar, relokasi korban Rp 416 miliar. Dalam bencana banjir besar Jabodetabek (termasuk Bogor) Maret 2025, BNPB mencatat total kerugian Rp 1,699 triliun, dengan Kabupaten Bogor sendiri tercatat kerugian sekitar Rp 96,7 miliar.


Dengan data-data di atas, kita bisa melihat bahwa:

  • Fungsi ekosistem hulu (seperti hutan di Hulu DAS Ciliwung) sangat kritis untuk mencegah banjir hilir dan melindungi kehidupan warga di kota-kota besar. Jika tutupan vegetasi menurun drastis, kerusakan dan biaya akibat banjir meningkat.
  • Kehilangan hutan bukan hanya soal bergesernya pemandangan; ada efek domino: tanah longsor, banjir, hilangnya cadangan air, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan bahkan turunnya kenyamanan hidup.
  • Kerugian materiil (rumah, jalan, jembatan, pertanian, relokasi) yang sudah terjadi di Bogor memberikan gambaran nyata: biaya ekonomi dari kerusakan alam tidak sedikit.

Bagaimana Valuasi SDA Bisa Membantu

  1. Membandingkan biaya pelestarian vs biaya kerusakan
    Misalnya, berapa investasi yang dibutuhkan untuk menjaga hutan Hulu DAS Ciliwung agar tetap minimal 30%? Dibandingkan dengan biaya kerusakan banjir dan longsor tiap tahun, bisa jadi biaya pelestarian jauh lebih kecil.
  2. Menjadi dasar kebijakan penggunaan lahan
    Data hilangnya hutan dan peningkatan lahan terbangun memperlihatkan bahwa regulasi tata ruang dan izin pembangunan harus lebih ketat terutama di kawasan lindung atau hulu DAS.
  3. Memicu mekanisme pembayaran untuk jasa lingkungan (PES)
    Jika hutan menyerap hujan, mencegah banjir, dan menjaga air, masyarakat di hilir bisa “membayar” mereka yang menjaga hutan di hulu agar terus merawatnya. Hal ini bisa jadi sumber pendapatan baru dan insentif positif bagi konservasi.
  4. Menguatkan argumen investasi hijau
    Pemerintah atau swasta bisa melihat bahwa upaya menjaga SDA bukan biaya, melainkan investasi karena mengurangi risiko kerugian besar di masa depan. Contohnya, menjaga hutan Puncak bisa mencegah longsor dan menurunnya kerugian ratusan miliar rupiah.

Valuasi sumber daya alam bukan sekadar teori atau angka di atas kertas. Di Bogor, data nyata dari menurunnya tutupan vegetasi, hilangnya hutan, hingga kerugian ekonomi akibat banjir dan longsor memperlihatkan bahwa “biaya alam yang hilang” itu sangat nyata. Dengan menghitung nilai yang sejatinya telah dan dapat hilang, masyarakat dan pemerintah bisa memilih pendekatan pembangunan yang lebih bijak, adil dan berkelanjutan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun