Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pimpinan Front Pembela Diri

18 Januari 2017   18:18 Diperbarui: 18 Januari 2017   18:35 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic Source: novanvanaya.blogspot

#Uneg-unegGokilHariIni #FrontPembelaDiri 

Menjadi tanda tanya besar dalam kehidupan berbangsa, apa sebetulnya arti kerukuan dan persaudaraan yang sesungguhnya? Kenapa hari ini kita melihat ada begitu banyak anak bangsa yang sampai-sampai harus saling memutuskan hubungan pertemaan dan tali silaturahmi hanya oleh karena perbedaan. Apakah ini tanda-tanda peradaban kita yang semakin menurun? Atau ada yang salah di negeri ini?

Perbedaan pandangan politik dalam pilgub yang notabene ‘hanya’ perlehatan 5 tahun sekali dan bukan akhir kehidupan di dunia ini. Lalu kemudian adanya Perbedaan pilihan politik. Perbedaan agama dan ras kesukuan. Semua perbedaan-perbedaan tersebut menjadi pemicu terjadinya saling hujat dan saling serang. Seolah-olah yang berbeda itu musuh. Seakan-akan yang tak satu pendapat itu mestilah jadi lawan yang harus sesegera mungkin dimusnahkan. Ini mah Lebay. Kekeluargaan tidak boleh usai hanya karena hadirnya pilkada. Kekerabatan jangan sampai putus oleh sebab datangnya pimpinan baru. Kerukunan pantang ditiadakan karena mau menang sendiri. Jangan sampai.

Kita hidup dalam perbedaan, itu anugerah bukan bencana.  Sejak kita lahir kita memang sudah berbeda. Jalani saja hidup yang penuh warna dan perbedaan ini dengan penuh ucapan syukur.

Hari ini kita melihat betapa mulai rapuhnya struktur bangunan keutuhan bangsa ini, yang sudah dibentuk dan dibangun dengan sangat baik oleh para pendiri bangsa ini. Hal-hal kecil dibakar lalu kemudian dibumbui, lantas digoreng begitu rupa menjadi senjata pamungkas untuk mengajak dan memengaruhi orang lain supaya ikut marah dan bertertiak-teriak, meskipun tak jarang mereka sendiri tak begitu paham apa yang mereka teriaki.

Mereka mungkin lupa, keyakinan iman atau hal keagamaan apapun yang sudah dipolitisasi untuk tujuan kepentingan kelompok mereka sendiri, atau siapapun yang sekiranya menjadi motor penggerak,  itu adalah justru puncak penistaan terhadap keutuhan bangsa ini, dan penistaan terhadap Tuhan yang Maha Agung. Menghalalkan segala cara menjadi pintu masuk yang lalu kemudian siap menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa. Maka tak heran kalau hari ini kita melihat ada orang berteriak mengatasnamakan TUHAN yang dia sembah untuk sekali lagi demi kepentingan segelintir orang atau kelompok, tak perduli apapun yang bakalan terjadi di luar sana.

Apa manfaat ‘kegaduhan’ dan keriuhan berkepanjangan karena sensifitas tinggi yang muncul saat ini bagi bangsa kita? Nihil. None. Tidak ada sama sekali. Yang ada justru kita semakin terpecah belah.

Pengadilan berusaha menghadirkan rasa keadilan yang luar biasa, dan memang sudah seharusnya seperti itu. Namun kemudian orang-orang yang berteriak-teriak menuntut keadilan dan sementara melampiaskan amarah mereka, merusak usaha tersebut dengan mengirimkan saksi-saksi pelapor yang (maaf kata) sangat tidak kompeten, ‘abal-abal’, dan malas-malasan dalam memberi kesaksian. Jelas nampak mereka itu seperti terpaksa atau tertekan dalam memberi kesaksian.

Kita lanjut dulu.

Hal lain yang patut dicermati. Mana bisa ada orang yang mengaku diri sebagai imam besar, ia berteriak lantang sok suci terhadap sebuah penistaan, tetapi tak lama berselang ia sendiri berpidato menistakan agama yang tidak dia anut. Ia juga menistakan dasar negara yang amat bangsa ini hormati. Lalu tak sampai di situ, ia juga menistakan orang-orang yang tidak sependapat dengan dirinya. Ia berkoar-koar menuduh pimpinan parpol sebagai penista agama seenak perutnya doang. Orang macam apa itu? Itu bagi saya ini adalah orang macam betul! Dia pikir dia paling suci dan paling pintar sejagad raya ini? Come on man, be gentle! Tak salah kita simak apa komentar Kapolda metro jaya tentang orang paling berahlak mulia dan paling pintarini. Lucu kuadrat.

Ada orang yang berteriak-teriak supaya orang lain dihukum karena dianggap menista keyakinan orang lain, maka umat pun ia gerakkan. Tetapi ketika ia berhadapan dengan hal yang sama karena ‘mulut ember’nya yang terlalu banyak menista keyakinan orang lain, bahkan dasar negara ini, lalu kemudian orang macam ini kembali menggerakkan umat supaya membela dirinya agar tidak dijerat hukum. Ini pengecut namanya. Pengecut kelas dewa. Orang yang dia tuntut tempo hari datang sendiri ke kantor polisi tanpa diminta, tetapi dia sendiri selalu menolak meskipun sudah dipanggil paksa, meskipun akhirnya harus datang karena tak bisa menghindar lagi. Bahkan ia menggerakan masa untuk mengadakan demo. Cemen dan pengecut itu mah! Berani berbuat berani bertanggung jawab, itu baru jagoan. Sekarang ia mengatakan bahwa sebaiknya hal-hal seperti ini diselesaikan secara kekeluargaan. Hahaha saya harus tertawa ngakak dulu, sakit perut saya. Buset, kopi saya sampai tumpah membasahi celana blue jeans baru saya. Huffff...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun