Mohon tunggu...
Michelle Amalia
Michelle Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswi/Universitas Jember

Tertarik dengan isu-isu sosial politik dunia dan dinamika hubungan internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tarif Baru Trump: Merkantilisme Bangkit Lagi?

14 April 2025   19:16 Diperbarui: 14 April 2025   19:19 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari perspektif ekonomi politik internasional, langkah ini menunjukkan pergeseran dari era liberalisasi perdagangan menuju fragmentasi geoekonomi (geoeconomic fragmentation). Lembaga seperti IMF telah memberi peringatan bahwa tren proteksionisme seperti ini bisa memicu ketidakstabilan sistem perdagangan global dan memperburuk hubungan antarnegara, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, krisis pangan, dan konflik geopolitik.

Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Bagi Indonesia, tarif tambahan hingga 32% jelas menjadi tantangan berat. Produk ekspor unggulan ke AS seperti tekstil, karet, furnitur, dan alas kaki mengalami tekanan besar karena kehilangan daya saing akibat bea masuk tinggi. Hal ini berpotensi menekan neraca perdagangan serta berdampak pada lapangan kerja dalam negeri, terutama sektor industri padat karya.

Namun, ini juga bisa menjadi momen untuk melakukan diversifikasi pasar dan produk. Pemerintah dapat mendorong ekspor ke kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, hingga Afrika, serta memperkuat pasar domestik melalui substitusi impor dan hilirisasi industri.

Pemerintah Indonesia juga bisa memanfaatkan momen ini untuk mempercepat hilirisasi industri. Langkah seperti mempercepat perjanjian perdagangan bebas dengan mitra non-tradisional bisa menjadi jalan keluar jangka panjang, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar AS.

 

Kebijakan tarif Trump 2025 memperlihatkan bahwa proteksionisme belum mati. Bahkan, dalam situasi global yang tidak stabil, kebijakan ala merkantilisme bisa muncul kembali sebagai strategi nasionalisme ekonomi. Namun, dalam dunia yang saling terhubung seperti saat ini, kebijakan sepihak semacam ini justru bisa menjadi bumerang yang menciptakan ketidakpastian, memicu perang dagang, dan membebani konsumen.

Apakah ini pertanda bangkitnya kembali merkantilisme dalam wujud modern? Atau hanya strategi politik sesaat menjelang pemilu AS?

Satu hal yang pasti, dunia sedang memasuki fase baru dalam peta ekonomi global. Dan Indonesia perlu bersiap lebih cerdas, gesit, dan mandiri untuk bertahan dan berkembang di tengah dinamika ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun