Mohon tunggu...
Michael Nugraha Budiarto
Michael Nugraha Budiarto Mohon Tunggu... Konsultan - Managing Director of ASEAN Youth Organization | Founder eDUHkasi | Passionate Leader

Tertarik untuk berdiskusi, memperbincangkan topik yang pernah atau sedang menjadi polemik. Memiliki blog pribadi di www.huangsperspective.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hiruk Pikuk Demokrasi Indonesia: Demo Menolak RKUHP dan RUU KPK (Bag 1)

1 Oktober 2019   12:44 Diperbarui: 1 Oktober 2019   22:15 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda tentu tahu fenomena yang sedang terjadi belakangan ini tentang RUU KPK dan RKUHP. Kedua rancangan baru yang berisi pasal-pasal kontroversial di dalamnya. Namun, apakah betul pasal-pasal tersebut sekontroversial itu?

Sebelum memulai pembahasan, saya akan menuliskan poin-poin penting yang menurut saya perlu digaris bawahi dalam daftar berikut:

  • Aksi Demonstrasi di kota-kota di Indonesia
  • Pasal 218 tentang Penghinaan Presiden
  • Pasal 281 tentang Gangguan dan Penyesatan Proses Pengadilan
  • Pasal 470-471 tentang Aborsi
  • Pasal 252 tentang Santet
  • Pasal 417 dan 419 tentang Perzinahan
  • Pasal 278 tentang Unggas
  • Pasal 432 Tentang Pidana Gelandangan
  • Dewan Pengawas mengurangi Independensi KPK

Demonstrasi menurut saya adalah suatu hal yang wajar ketika terjadi kejanggalan ataupun ketidakadilan dalam sistem pemerintahan. Demo menjadi salah satu alat yang berguna untuk memberikan umpan balik terhadap pemerintah yang (mungkin) sedang nyeleweng atau tidak bekerja dengan semestinya.

Akhir-akhir ini Indonesia sedang digegerkan oleh RKUHP dan RUU KPK yang menurut sebagian orang kontroversial, sebab undang-undang yang baru akan disahkan tersebut disebut-sebut "mengambil" hak rakyat untuk berekspresi, melemahkan salah satu lembaga negara yang memiliki kekuasaan luar biasa seperti dewa, dan menginjak-injak hak sipil.

Untuk menjawab perilaku RUU dan RKUHP baru yang merenggut hak rakyat itu, banyak mahasiswa yang melakukan demo. Mulai dari Yogyakarta, Jakarta, Makassar, Solo, Garut, dan masih banyak lagi.

Sebelum saya menulis lanjut, perlu saya tekankan bahwa demonstrasi merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan aspirasi dan bukan bertindak seperti orang yang tidak memiliki akal budi.

Demonstran dan Kericuhan

Demonstrasi menjadi salah satu aspek dalam check and balances dalam pemerintahan. Ketika Pemerintah memberikan output yang kurang sesuai di mata masyarakat, masyarakat memberikan input untuk kemudian diproses oleh lembaga negara, demo masuk ke dalam input untuk meluruskan kembali pemerintahan yang cara berjalannya sedang tidak jelas.

Melihat demo yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa mereka ingin memperjuangkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat. Mereka menuntut RKUHP yang kontroversial untuk ditahan, tidak disahkan dulu karena banyak peraturan yang berpotensi diinterpretasikan sehingga banyak warga sipil yang bisa kena imbasnya.

Semangat yang dimiliki oleh mahasiswa ini menurut saya luar biasa. Mereka memiliki intensi yang baik, menginginkan yang terbaik untuk negaranya, bahkan mengatakan demokrasi sudah mati di Indonesia. Namun, perlu dicermati lagi bahwa beberapa aksi demonstrasi yang terjadi sepertinya tidak diimbangi dengan aksi yang baik pula.

Di Jakarta gedung DPR dirusak, perusakan fasilitas negara, dan demo berakhir ricuh. Di Makassar, ada massa yang menutup jalan Gowa-Makassar, dan masih banyak lagi. Itukah cara menyelamatkan demokrasi Indonesia?

Semakin ke sini harus saya katakan bahwa situasi Indonesia semakin abu-abu. Aparat negara tidak bisa dikatakan seratus persen salah dan para demonstran tidak bisa dikatakan seratus persen benar.

Tidak sepenuhnya salah dalam konteks proses membuat RKUHP dan mengawal aksi demonstrasi karena komunikasi intens oleh DPR yang tidak hadir dan juga kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Tidak sepenuhnya benar dalam konteks proses mengkritik RKUHP dan RUU dan proses demonstrasi yang dilakukan karena substansi yang diperjuangkan tidak begitu dipahami oleh sebagian mahasiswa (yang mungkin memegang peran penting dalam aksi demonstrasi) dan tidak bertindak sebagaimana mestinya untuk menjaga ketertiban dalam demonstrasi

Kita tidak bisa seratus persen menyalahkan aparat negara untuk memberikan output dari input yang kita berikan. Dalam artian bahwa sikap demonstran terhadap aparat negara, khususnya polisi, begitu intimidatif sedemikian rupa sehingga mengundang kekerasan itu terjadi.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa demonstran memulai dengan kekerasan terlebih dahulu. Mari kita lihat secara objektif tanpa emosi terlebih dahulu.

Demonstrasi yang dilakukan sudah kehilangan esensinya sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat pada lembaga negara.

DPR Tidak Komunikatif
Ketidakkomunikatifan DPR menurut saya memegang peran penting dalam keributan beberapa waktu belakangan ini. Semua berjalan begitu cepat, tanpa ada suatu hal pun pengumuman, tiba-tiba dalam waktu sekitar 2 minggu sebelum pengesahan, DPR memberitahu bahwa akan ada RKUHP dan RUU yang baru untuk melengkapi/mengganti UU dan KUHP yang saat ini sedang berlaku.

RKUHP yang tiba-tiba muncul membuat prasangka buruk yang muncul dalam pandangan masyarakat karena memberikan impresi bahwa DPR, sebagai lembaga negara, bukanlah lembaga yang transparen kepada masyarakatnya.

Ditambah dengan fakta bahwa masyarakat sudah memiliki padangan yang buruk terhadap DPR sehingga semakin menguatkan prasangka, bahwa RUU dan RKUHP yang akan segera disahkan ini hadir untuk menyengsarakan rakyat.

Keadaan menurut saya akan menjadi lebih baik apabila DPR membangun dialog yang intens kepada masyarakat tentang pembentukan atau revisi UU dan RKUHP. Dengan begitu, masyarakat yang peduli bisa memberikan kritik dan masukan kepada lembaga negara sehingga tidak perlu ada massa yang turun ke jalan, apalagi sampai merusak fasilitas negara.

Menilik Lebih Dalam RKUHP dan KUHP
Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia ini dinamis, selalu berubah setiap saat, maka dari itu kita sebagai manusia juga memerlukan perubahan. Perubahan adalah sesuatu yang melekat dalam diri manusia dan dunia ini (apabila kita ingin mempertahankan eksistensi kita di dunia ini). Dari sini pula gagasan RKUHP dan RUU muncul.

KUHP dan UU yang saat ini ada dinilai tidak bisa mengimbangi status quo yang ada saat ini sehingga perlu diubah. Meskipun begitu, peraturan esensial yang masih relevan tentu tidak diubah.

Perlu dicermati pula bahwa KUHP dan UU saat ini hadir pula untuk menggantikan Wetboek van Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan UU no. 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Harus saya akui bahwa memang beberapa pasal dalam RKUHP mengalami kemunduran. Contohnya pasal tentang pembebasan bersyarat koruptor yang dipermudah dan narapidana yang bisa mengambil 'cuti' dari penjara untuk berjalan meskipun dalam pengawasan penjaga.

Namun, pasal-pasal lain seperti pasal penghinaan presiden, pasal tentang gelandangan, pasal kesusilaan dan masih banyak lagi, perlu dibaca dan dipahami lebih lanjut sebelum kita, masyarakat mengambil keputusan dalam mempersepsikan pasal-pasal yang direvisi oleh pemerintah.

Media massa mengambil peran yang amat besar dalam penyebaran pasal-pasal kontroversial ini, dengan tanpa penjelasan lebih lanjut. Banyak pasal yang dimisinterpretasikan sehingga maknanya berbeda dari penjelasan dan judul yang berada pada draf RKUHP dan RUU.

Ditambah lagi, dengan segala hormat, banyak juga orang yang tidak memahami perbedaan KUHP dan RKUHP sehingga tidak begitu mengerti apa yang disuarakan dan ditentang.

Sebagai masyarakat negara demokrasi, hal yang penting bukan saja untuk beropini dan menyuarakan pendapat, lebih-lebih cermat dalam substansi opini dan juga memiliki latar belakang yang kuat untuk menyuarakan pendapat.

Beropini tidak sekadar berteriak dengan lantang tanpa melihat latar belakang dan status quo yang ada saat ini. Beropini juga berarti menilik lebih dalam apa yang sedang dikomentari sehingga pendapat yang diutarakan tidak sampai menyelewengkan fakta yang sesungguhnya menjadi bahan pembicaraan.

*Artikel ini akan dilanjutkan dengan pembahasan RKUHP*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun