Akhir-akhir ini, ada berbagai masalah yang mencemaskan kita. Masalah tentang sumber daya alam seperti minyak bumi, batu bara, dan lain sebagainya, yang sepertinya perlahan namun pasti sedang berjalan menuju kemusnahan.
Populasi manusia yang bertumbuh kian pesat, sementara persediaan pangan yang mengkhawatirkan tidak sanggup mencukupi kebutuhan seluruh manusia. Banyak spesies makhluk hidup yang telah punah dari muka bumi. Air dan udara yang kian terpapar polusi baik dari asap pabrik atau kendaraan, maupun limbah-limbah industri dan plastik.
Melihat masalah-masalah ini, kita seperti diyakinkan akan menghadapi suatu keadaan yang benar-benar serius yaitu suatu waktu bumi tidak bisa lagi menjadi tempat tinggal, dan kemusnahan umat manusia yang secara pasti sepertinya akan terjadi.
Apakah akan ada masa di mana bumi menjadi tidak layak untuk dihuni dan manusia di dalamnya akan punah? Apakah benar semua kegelisahan itu akan menjadi nyata? Ataukah keadaan tidak seburuk yang kita sangka?
Kecemasan Kita
Saya pikir, apa yang kita alami saat ini adalah suatu keadaan di mana kita mulai terdorong masuk ke dalam situasi yang dipenuhi perasaan cemas dan khawatir secara berlebihan. Kecemasan berlebihan itu bangkit akibat kita lebih banyak mengonsumsi berita-berita yang mengkhawatirkan dan mencemaskan.
Dalam banyak sisi kehidupan, perkara-perkara tersebut hampir selalu ada, dibicarakan terus-menerus, disiarkan secara berkala, dan tanpa henti selalu dipikirkan. Tanpa kita sadari, kebiasaan kita yang lebih suka mengonsumsi berita yang beraroma negatif akhirnya menjerumuskan kita ke dalam sikap pesimistis.
Merespons tingkah konsumen yang lebih tertarik kepada bad news, akhirnya media juga menyampaikan berita dengan lebih banyak menggunakan standar bad news is the good news untuk menjangkau animo masyarakat.
Kita tidak bisa tinggal lebih lama dalam rasa kekhawatiran dan kecemasan yang kian hari menggorogoti hati, pikiran, dan perasaan kita. Rasa pesimistis ini akan perlahan-lahan merenggut rasa optimistis kita terhadap kehidupan. Jika tidak berhati-hati, maka manusia akan mudah jatuh ke dalam gangguan kejiwaan.
Misalnya, perlahan-lahan kekhawatiran dan kecemasan yang datang menghantui terus-menerus akan menciptakan rasa putus asa dalam kehidupan sosial, lunturnya rasa saling percaya, dan sikap saling menyalahkan akan menghiasi setiap aspek kehidupan sosial masyarakat.
Masyarakat menyalahkan pemerintah karena tidak bertanggung jawab mengentas berbagai masalah global. Pemerintah menyalahkan masyarakat dengan tuduhan sebagai penyebab berbagai masalah global dan tidak mau mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan. Instansi non profit seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyalahkan pabrik-pabrik dan industri-industri, hanya ingin memperkaya diri tanpa menghiraukan keadaan lingkungan sekitar.
Pabrik-pabrik dan industri, sebaliknya menyalahkan LSM sebagai instansi yang berkedok kebaikan, hanya memanfaatkan keadaan masyarakat untuk mencari keuntungan.
Semua kondisi ini akan terjadi jika rasa kekhawatiran dan kecemasan terhadap berbagai persoalan global makin menjadi-jadi dan tidak diatasi dengan baik sedari dini.
Kita lantas beranggapan bahwa keburukan yang kita bayangkan akan segera melanda umat manusia harus segera dilawan, dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap situasi ini seharusnya menanggung semua beban itu.
Sikap pesimistis ini membuat kita mudah turun ke jalan-jalan dengan sikap anarkis karena kepala kita sudah dipenuhi oleh ketakutan bahwa dunia akan segera kiamat. Akhirnya terciptalah demonstrasi anarkis dan aksi-aksi anarkis lain.
Menelaah Situasi
Daripada kita terjebak dalam sikap mengandai-andai dan terpenjara dalam rasa takut berlebihan, mari kita menelaah satu per satu situasi ini.
Pertama, kita menelaah tentang sumber daya alam yang sepertinya sedang menuju kepada kepunahan seperti minyak bumi dan lain-lain. Memang benar pada kenyataannya, jika, seperti bakar-bakar dari fosil, tidak dikontrol dengan baik penggunaannya, maka suatu waktu akan benar-benar hilang dan tidak dapat diperbarui lagi.
Namun, kita harus akui juga bahwa berbagai temuan baru dalam kehidupan manusia kian bermunculan. Ada biogas untuk menggantikan fungsi minyak tanah dan gas elpiji dalam proses memasak. Zaman dahulu sepertinya sudah dipatenkan bahwa listrik hanya bisa dihasilkan dari mesin yang menggunakan bahan bakar minyak dan batu bara. Sekarang ada panel surya yang bisa menghasilkan listrik.
Memang kelihatannya, panel surya yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari hanya dapat menghasilkan arus listrik dalam jumlah kecil. Namun seiring perkembangan kemampuan berpikir manusia, akan tiba saatnya, energi terbarukan yang akan menggantikan posisi bahan bakar minyak dan batu bara dengan biaya yang lebih hemat, ramah lingkungan, dan mudah didapatkan.
Kedua, soal kurangnya persediaan makanan di tengah pertumbuhan populasi manusia yang kian meningkat. Memang ada sebuah perkiraan bahwa 10 hektare dari lahan baru (20 persen lebih besar dari pada Brasil) dibutuhkan untuk menjadi lahan pertanian yang sekiranya dapat memberikan makanan secukupnya bagi semua umat manusia dengan sistem pertanian tradisional.
Namun melalui rekayasa genetika pada tanaman, kita lihat bahwa produksi pangan dan sayur-sayuran meningkat luar biasa dan tahan terhadap berbagai penyakit tanaman.
Selain itu, melalui berbagai penemuan baru, banyak lahan yang pada zaman dahulu sulit dijadikan tempat untuk bercocok tanam, justru sekarang bisa menjadi lahan pertanian yang sunguh dapat meningkatkan hasil produksi pertanian yang menjanjikan.
Pertanian dengan sistem zaman dahulu yaitu sistem pertanian horizontal yang menghabiskan sekian banyak permukaan bumi, sekarang bisa disiasati melalui pertanian vertikal. Memang salah satu kendala pertanian vertikal adalah kurangnya cahaya matahari untuk berfotosintesis, namun hal tersebut dapat di atasi dengan pencahayaan buatan.
Ketiga, soal punahnya beberapa spesies makhluk hidup. Memang benar bahwa beberapa jenis makhluk hidup telah punah. Namu  ternyata kepunahan makhluk hidup yang awalnya diprediksi akan mencapai 25-50 persen, terbukti keliru. Berdasarkan hasil riset, hanya ada 0.7 persen untuk jangka waktu 50 tahun ke depan.
Data ini secara implisit sebenarnya menjelaskan bahwa kekhawatiran dan kecemasan manusia justru melampaui apa yang terjadi dalam realitas. Manusia dengan kemampuan intelektual dan hati untuk melakukan yang baik bagi dunia dapat mencegah hal terburuk terjadi.
Keempat, soal polusi air dan udara. Di mana-mana sudah diterapkan berbagai peraturan yang diharapkan bisa mengawal proses pengurangan polusi. Dalam perusahaan industri, ada berbagai peraturan yang harus dipatuhi, misalnya tersedianya tempat khusus untuk pembuangan limbah pabrik agar tidak merusak lingkungan, adanya kontrol dan penyaringan terhadap asap pabrik, dan berbagai kebijakan lainnya.
Berbagai kalangan berusaha menciptakan kendaraan yang bisa, di satu sisi, tidak menggunakan bahan bakar dari fosil, dan di lain sisi, produksi tersebut makin ramah terhadap lingkungan.
Mengenai sampah plastik, sewaktu mengikuti kegiatan dari salah satu LSM nasional di Banten tahun 2017, saya tertarik pada sebuah mesin di saat pameran yaitu mesin pembuat kantong dari bahan baku kulit ubi atau singkong. Kantong yang terbuat dari ubi tersebut adalah kantong organik yang akan mudah diurai oleh mikroorganisme yang ada di tanah. Bahkan dikatakan, itu dapat dijadikan pupuk bagi tanaman-tanaman.
Antisipasi yang Wajar
Semua solusi di atas harus kita akui muncul karena paling pertama, adanya kekhawatiran dan kecemasan terhadap kelangsungan hidup manusia di muka bumi tercinta ini.
Kekhawatiran dan kecemasan sebetulnya mengajarkan kita untuk mengantisipasi terjadinya berbagai keadaan terburuk, terlebih keadaan yang tidak bisa diusahakan untuk diperbarui seperti kepunahan bahan bakar dari fosil dan kepunahan spesies makhluk hidup.
Mungkin masih ada juga yang tetap cemas setelah melihat berbagai solusi yang telah dipaparkan di muka. Bahwa solusi-solusi tersebut belum menjawabi semua persoalan global.
Namun harus kita sadari bahwa solusi-solusi tersebut bukanlah sebuah final dari usaha manusia menciptakan kebaikan. Segala sesuatu terus masih berada dalam proses. Karena masih ada dalam proses, maka otomatis terbuka kemungkinan untuk menghasilkan solusi yang lebih baik daripada yang sudah ada sekarang.
Kita tidak bisa selalu terjaga dalam rasa khawatir dan cemas. Kita harus yakin bahwa umat manusia akan tetap memiliki masa depan yang cerah. Rasa khawatir dan cemas ada untuk mencegah hal terburuk terjadi adalah penting namun tetap harus diimbangi dengan sikap optimistis terhadap masa depan kehidupan manusia yang akan baik-baik saja.
Optimis bukan berarti melupakan masalah-masalah global yang ada dan berpura-pura seolah tidak ada persoalan sama sekali. Bukan begitu! Optimislah bahwa masalah-masalah global tersebut pasti ada solusi terbaiknya. Solusi terbaik inilah yang harus sama-sama kita pikirkan dan ciptakan.
Media mempunyai peran penting dalam menjaga rasa optimistis publik. Pemberitaan yang tidak melulu berisi kabar buruk tentang keadaan dunia adalah salah satu solusi sederhana sekaligus kualitatif. Baik media massa cetak maupun media massa online harus berani melawan animo publik yang lebih banyak tertarik kepada bad news.
**Tulisan ini kemudian diterbitkan pada Surat Kabar Harian Umum Flores Pos pada kolom Opini, tanggal 16 Oktober 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI