bahwa perjumpaan orang-orang di pelabuhan, misalnya, menjadi kesempatan bagi pertukaran
informasi, pengetahuan, tradisi, dan seni, bahkan dalam jangka panjang bisa mengubah karakter
individu atau kelompok yang saling berjumpa. Kita saksikan pada saat ini, bagaimana
masyarakat pada titik-titik Jalur Rempah, seperti Aceh, Kepulauan Riau, Medan, Jakarta,
Semarang, dan beberapa kota lainnya terlihat menjadi begitu kosmopolitan.
Lebih jauh lagi, menghidupkan Jalur Rempah pada masa sekarang juga diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran masyarakat agar terlibat aktif dalam melestarikan, mengembangkan,
dan memanfaatkan warisan budaya Jalur Rempah sebagai modal mensejahterakan kehidupan
jasmani dan rohani masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, segenap lapisan dari
berbagai generasi secara bersama berusaha menempatkan kebudayaan sebagai penghela (driver)
dan pemungkin (enabler) pembangunan berkelanjutan dan upaya mewujudkan kesejahteraan dan