Mohon tunggu...
Michael Alberth
Michael Alberth Mohon Tunggu... Undergraduate English Literature Student at Universitas Airlangga

Digital Creator

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Salah Baca Gerak Tubuh, Salah Paham Budaya? : Belajar Peka terhadap Perbedaan Budaya & Akses Komunikasi!

10 Oktober 2025   02:27 Diperbarui: 10 Oktober 2025   02:27 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu isyarat paling kontras adalah kontak mata (eye gaze). Dalam budaya individualistik (Barat), kontak mata langsung sering menunjukkan kejujuran, perhatian, dan self-confidence. Namun, dalam budaya Timur (seperti Tiongkok dan Jepang), menghindari kontak mata (gaze aversion) justru umum dilakukan sebagai tanda hormat, kesopanan, atau kepatuhan kepada lawan bicara. Hio Tong Pang, Xiolin Zhou & Mingyuan Chu dalam Journal of Nonverbal Behavior berjudul “Cross-cultural Differences in Using Nonverbal Behaviors to Identify Indirect Replies” yang meneliti kemampuan penilai Britania (Individualis) dan Tiongkok (Kolektivis) dalam mengidentifikasi jawaban tidak langsung hanya melalui video tanpa suara menemukan adanya perbedaan akses komunikasi yang signifikan.  

  • Kepekaan Budaya Tiongkok: Penilai Tiongkok mampu mengidentifikasi jawaban tidak langsung dari model budaya mereka sendiri dan juga model Britania dengan akurasi yang tinggi. Hal ini mungkin karena paparan yang sering terhadap budaya Barat melalui media, dan budaya mereka sendiri yang mengajarkan kepekaan terhadap harmoni kelompok.  
  • Kebergantungan Britania: Penilai Britania menunjukkan in-group advantage, di mana mereka hanya mahir mengidentifikasi pesan tidak langsung dari model budaya mereka sendiri.  

Hal ini menunjukkan bahwa budaya kolektivis, yang menekankan penahanan ekspresi emosi, secara tidak langsung melatih anggotanya untuk lebih terampil dalam membaca isyarat halus dari berbagai latar belakang. Penilai Tiongkok mengandalkan isyarat seperti menghindari tatapan mata dan durasi waktu menjawab untuk mendeteksi ketidaklangsungan, sementara penilai Britania lebih mengandalkan isyarat ketidakpastian yang eksplisit, seperti gerakan wajah atau gestur tangan terbuka.

Dimensi Non-Verbal Lain yang Memicu Konflik

Selain gestur dan tatapan mata, tiga dimensi non-verbal utama lainnya yang dipengaruhi budaya sering memicu miskomunikasi:

Penggunaan Ruang (Proxemics)

Jarak fisik yang dianggap nyaman dalam berinteraksi (ruang pribadi) sangat dipengaruhi oleh budaya. Budaya yang menekankan individualisme (seperti Amerika) menuntut jarak yang lebih besar daripada budaya kolektivis (seperti Tiongkok). Ketidaknyamanan ini sangat kentara, di mana kedekatan fisik (seperti berdesakan dalam antrian) di budaya kolektivis dapat diartikan sebagai agresif oleh budaya individualis, yang memiliki rasa teritorialitas yang kuat terhadap ruang pribadinya.  

Orientasi Waktu (Chronemics)

Pandangan terhadap waktu (time orientation) mempengaruhi ritme interaksi. Budaya Masa Depan (future-oriented), seperti yang ditemukan di Amerika, berfokus pada perencanaan dan efisiensi, memandang waktu sebagai sumber daya terbatas yang harus dihemat dan diinvestasikan. Sebaliknya, budaya Masa Lalu (past-oriented) cenderung menggunakan tradisi untuk memandu hidup di masa kini dan mengambil pandangan jangka panjang dalam pengambilan keputusan. Benturan terjadi ketika satu pihak mengharapkan efisiensi dan ketepatan waktu (punctuality) yang ketat, sementara pihak lain memprioritaskan proses dan membangun hubungan yang lebih panjang.  

Hierarki dan Jarak Kekuasaan

Perbedaan Jarak Kekuasaan (Power Distance) di berbagai budaya tercermin dalam bahasa tubuh. Dalam budaya dengan jarak kekuasaan tinggi (seperti banyak di Asia), postur tubuh yang merendah, anggukan yang lebih dalam, dan keengganan untuk memberikan feedback langsung adalah cara non-verbal untuk menunjukkan rasa hormat. Pemimpin dari budaya Barat (jarak kekuasaan rendah) harus berhati-hati agar tidak menafsirkan perilaku ini sebagai kurangnya inisiatif atau ketidakmandirian.

Belajar Mendengar dengan Mata dan Hati: Langkah Kecil Menuju Komunikasi yang Sadar Budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun