Pada suatu malam yang tenang, saya merenungi satu berita yang tampaknya sederhana namun menyimpan gema perubahan besar: "Google Makin Ditinggal, Gen Z Kini Pindah ke Penggantinya."Â
Judul tersebut bukan sekadar tren teknologi. Ia adalah tanda zaman, bahwa otoritas digital yang selama dua dekade menjadi gerbang pengetahuan kini mulai digugat oleh generasi yang lahir di tengah algoritma dan visual.
Data yang Mengguncang: Gen Z dan Pencarian Sosial
Survei yang dilakukan oleh Forbes Advisor dan Talker Research pada April 2024 terhadap 2.000 warga Amerika mengungkap bahwa:
- 45% Gen Z kini melakukan pencarian melalui media sosial seperti TikTok dan Instagram.
- Bandingkan dengan 35% milenial, 20% Gen X, dan kurang dari 10% Boomer.
Sementara itu, data dari GWI Core menunjukkan bahwa pada tahun 2016, 40% Gen Z menggunakan media sosial untuk mencari merek, produk, dan layanan. Angka ini melonjak menjadi 52% pada 2023.
Ini bukan sekadar statistik. Ini adalah pergeseran epistemologis, cara kita memahami, mencari, dan mempercayai informasi.
Dari Mesin Pencari ke Mesin Pengalaman
Google, yang dulu menjadi simbol efisiensi dan netralitas digital, kini dianggap terlalu algoritmik, penuh iklan, dan jauh dari pengalaman manusia. Gen Z memilih TikTok bukan karena ia lebih pintar, tetapi karena ia lebih dekat.Â
Di TikTok, pencarian bukan sekadar mengetik kata kunci, melainkan menyaksikan seseorang berbagi pengalaman, menunjukkan tempat, atau mengulas produk dengan emosi yang nyata.
Baca juga: Apa yang Dicari Talent Unggulan Gen Z?Pencarian kini bukan soal menemukan jawaban, tetapi merasakan narasi.
Dekonstruksi Otoritas Digital Lama