Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisah Lama di Balik Saham BCA, BLBI, dan Bayang-bayang Danantara

22 Agustus 2025   09:08 Diperbarui: 22 Agustus 2025   14:48 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana BCA Rush di bulan Mei 1998, Sumber: Bisnis Indonesia/ Firman Wibowo 

"Benarkah pemerintah akan mengambil alih kembali Bank Central Asia?"  

Pertanyaan itu sempat beredar luas di ruang publik Indonesia, menyusul rumor bahwa Danantara, lembaga pengelola dana abadi milik negara, akan membeli 51% saham BCA. Rumor itu muncul tiba-tiba, menyebar cepat, dan langsung memantik ingatan kolektif: tentang krisis moneter, BLBI, dan divestasi yang dulu menyisakan tanda tanya besar.

CEO Danantara, Rosan Roeslani, segera membantah isu tersebut. "Enggak ada," katanya singkat. Tapi seperti halnya kabar yang menyentuh urat sejarah, bantahan itu tak serta-merta meredakan kegelisahan. Sebab rumor itu bukan sekadar gosip pasar modal, ia adalah pintu gerbang menuju luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

BCA bukan bank biasa. Ia adalah simbol kepercayaan publik, saksi krisis, dan korban dari kebijakan penyelamatan yang kontroversial. Ketika rumor akuisisi muncul, publik tak hanya bertanya soal harga saham, tapi juga soal keadilan:  

Apakah negara pernah benar-benar pulih dari krisis? Ataukah hanya memindahkan beban ke generasi berikutnya?

Krisis dan Penyelamatan: Awal Sengkarut

Tahun 1997-1998, Indonesia dilanda badai krisis moneter. BCA, bank swasta terbesar saat itu, mengalami rush besar-besaran. Nasabah panik menarik dana, dan likuiditas bank nyaris lumpuh. 

Suasana BCA Rush di Mei 1998, Sumber: Bisnis Indonesia/ Firman Wibowo
Suasana BCA Rush di Mei 1998, Sumber: Bisnis Indonesia/ Firman Wibowo

Pemerintah turun tangan melalui skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), mengucurkan Rp31,99 triliun untuk menyelamatkan BCA.

Sebagai gantinya, saham mayoritas milik Grup Salim disita oleh negara. BCA pun menjadi bank milik pemerintah, masuk dalam program rekapitalisasi, dan menerima Obligasi Rekapitalisasi senilai Rp60 triliun. 

Total dana negara yang masuk ke BCA saat itu, menurut mendiang Kwik Kian Gie, Menko Perekonomian era Gus Dur, mencapai Rp88 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun