Langkah Alfamart ini sebenarnya menjadi cermin dari realitas bisnis ritel saat ini. Meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan kepuasan investor adalah sebuah seni yang rumit. Apalagi ketika biaya sewa, UMP, dan ekspektasi pasar terus naik dari tahun ke tahun.
Keputusan menutup ratusan gerai diiringi dengan pembagian dividen besar bisa dipahami sebagai strategi menyeimbangkan antara optimalisasi operasional dan komitmen terhadap pemegang saham.Â
Selama penjualan masih tumbuh dan jaringan yang tersisa mampu menyokong laba, langkah ini bukan sekadar bertahan, melainkan mengatur ulang peta tempur untuk pertarungan jangka panjang.
Penutup: Saat Menutup adalah Cara Membuka Peluang
Apa yang dilakukan AMRT adalah pengingat bahwa bertahan bukan berarti stagnan, dan tumbuh tidak selalu berarti memperbanyak jumlah gerai. Dalam era penuh disrupsi ini, yang paling siap beradaptasi, ialah yang bertahan lama.
Dengan menutup gerai yang dianggap tidak lagi efisien dan terus mengalirkan dividen kepada investor, Alfamart mencoba menjalani prinsip "mengecilkan tubuh untuk melompat lebih tinggi."
Kini, tinggal kita menunggu: apakah lompatan itu akan benar-benar membawa mereka lebih jauh? Atau justru hanya menjadi langkah mundur yang terlalu mahal?
Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI