Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-11)

2 Desember 2022   06:50 Diperbarui: 2 Desember 2022   06:55 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-11) - Dokpri

Belum sempat aku menjawab pertanyaan Ibu tentang keberadaanku dimana. Ibu sudah bertanya lagi, "Morgan, kamu sehat kan Nak? Dua malam ini, Ibu gelisah ingat kamu."

Wah, mendengar Ibu gelisah, hatiku sudah ciut untuk mau bertanya banyak kepada Ibu tentang masa lalunya di Jerman. Aku tidak tahan jika harus mendengar Ibu menangis lagi. Sebelum aku tugas ke Singapore dan di lanjutkan ke Jerman, belum pernah aku mendengar Ibu menangis seperti setiap aku telepon akhir-akhir ini setelah aku bertemu Gustav. Kata-kata, "Morgan anak Ibu. Ibu tidak mau kehilangan Morgan. Morgan adalah satu-satunya milik Ibu di dunia ini," selalu meluncur dari mulut Ibu setiap kami telpon-telponan.

"Morgan sekarang di Stuttgart ikut berakhir pekan di rumah Gustav. Sampai hari Senin masih magang di Heidelberg. Selasa baru tugas ke Stuttgart," terangku kepada Ibu.

"Bagaimana sambutan Ibu Gustav padamu Morgan?" Aku terdiam, mau bercerita, tetapi tidak tega nanti Ibu menangis lagi. Ah biarlah semuanya nanti akan kuselidiki setelah aku kembali ke Jakarta saja.

"Mama dan Papa Gustav sangat ramah. Mereka sekeluarga senang menyambut kehadiranku. Tadi pagi, Papa Gustav berenang bersamaku," aku berusaha untuk tidak menceritakan suasana haru yang sebenarnya terjadi tadi malam.

"Mamanya tidak menyinggung sama sekali tentang saudara kembar Gustav?" kejar Mama kepadaku. Lidahku keluh untuk bercerita yang sebenarnya. Jika aku ceritakan, pasti Ibu akan galau dan menangis lagi.

"Mama Gustav hanya takjub melihat aku yang benar-benar persis mirip dengan Gustav anaknya," aku berusaha tidak menceritakan kejadian sesungguhnya kepada Ibu.

"Morgan, pasti tidak menceritakan yang sesungguhnya. Dari bayi Ibu telah bersama Morgan, membesarkan Morgan bersama Ayah, dan dua puluh tahun lewat Mama hanya memiliki Morgan setelah Ayah meninggal, jadi Ibu tahu semua perasaanmu Nak. Biarkanlah mereka mengakui Morgan sebagai kembaran Gustav yang hilang. Tapi, yakinlah, Morgan memang benar-benar anak Ibu..." terdengar Ibu mulai menahan isaknya.

Aku tak pernah tahan jika sudah mendengar Ibu menangis. Ibulah yang membesarkanku, yang merawatku, yang memberikan kasih sayang penuh untukku. Apa pun yang terjadi, Ibu adalah tetap Ibuku yang tidak mungkin aku tinggalkan.

Namundi sisi lain aku juga penasaran, mungkinkah sebenarnya aku saudara kembar Gustav yang hilang setelah orangtua Gustav bercerai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun