Mohon tunggu...
Merly Erlina
Merly Erlina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya seorang dosen dan praktisi psikologi di RS di Kota Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kreativitas: Tantangan Pendidikan di Indonesia

17 Agustus 2022   12:30 Diperbarui: 17 Agustus 2022   12:32 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Proses kreatif akan muncul pada saat seseorang berada dalam suasana (perasaan) aman, nyaman dan senang untuk menyampaikan pemikiran, mengajukan pertanyaan atau mempertanyakan sesuatu serta mengekspresikan gagasan-gagasan kreatifnya.   Sebaliknya proses kreatif akan sulit berkembang apabila individu merasa tidak nyaman apalagi merasa sangat terancam atau tertekan.  Untuk itu sikap, prilaku dan tindakan orang-orang yang ada sekeliling membuat individu merasa tidak aman, tidak nyaman, diabaikan, tidak dihargai, tertekan dan direndahkan perlu dihindarkan. Suasana yang kondusif sebagaimana dimaksud sejatinya dilahirkan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Suasana yang kondusif tersebut dapat dihadirkan melalui optimalisasi fungsi dari tiga unsur utama, yaitu guru sebagai teladan kreatif (creative role model), lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.

Guru Sebagai Teladan Kreatif (Role Model: The Creative Teacher)

Guru adalah kunci keberhasilan pendidikan.  Paulo Freire (Kincheloe 2008) terobsesi dengan pendidikan yang membebaskan jiwa manusia dari segala bentuk tekanan, kekangan apalagi “penjajahan”.  Orang-orang yang terbebaskan jiwanya akan dapat mentransformasi dirinya menjadi insan kreatif. Untuk itu, guru handal dapat dilihat dari keilmuaan dan komitmen terhadap pemartaban warga masyarakat sebagai praksis dari konsep pendidikan sangat diperlukan.

Dalam kaitan ini guru dituntut dapat berperan sebagai teladan kreatif (creative role model) yang mengembangkan sikap dan prilaku diri dan sejawatnya yang mendorong terbentuknya suasana kondusif bagi pengembangan kreativitas anak didik. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara keteladan kreatif dalam bentuk sikap atau berfikir kreatif (berfikir divergent) yang muncul dari sosok guru atau (mereka secara formal menyadarinya atau tidak disengaja) dengan tampilan berfikir divergent di hadapan peserta didiknya.  Begitu halnya, peserta didik yang memiliki kemampuan berfikir divergent tinggi akan memiliki prestasi sangat baik dalam pembelajaran.

Hal ini juga mempunyai hubungan dengan guru yang memiliki kemampuan berfikir divergent tinggi, kendati keduanya—guru dan peserta didik— mungkin tidak begitu engeh dengan metoda atau pendekatan apa yang diterapkan untuk mendorong kemampuan berfikir divergent mereka (anak-anak didik) berkembang. Para guru yang memiliki kemampuan berfikir divergent tinggi dapat mendorong dilahirkan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Suasana yang kondusif tersebut dapat dihadirkan melalui optimalisasi fungsi dari tiga unsur utama, yaitu guru sebagai teladan kreatif (creative role model), lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.

Lingkungan Fisik (Physiological State)

Lingkungan fisik meliputi lingkungan fisik sekolah dan luar sekolah. Ruang/infrastruktur di lingkungan sekolah ditata menjadi lingkungan yang dapat menstimulasi siswa menjadi kreatif.  Lingkungan fisik akan menstimulasi kelima indera anak didik yang menumbuhkan sikap rasa ingin tahu tinggi (curious), berpikir kritis, berpikir kreatif bahkan juga berkreasi dalam luar sekolah, misalnya taman, gedung, lapangan, rumah, fasilitas publik, play-ground, infrastruktur dan sejenisnya, ditata menjadi lingkungan yang membuat peserta didik berinteraksi. Lingkungan luar sekolah menstimulasi kelima indera anak didik melahirkan sikap atau prilaku rasa ingin tahu yang tinggi (curious), berpikir kritis, berpikir kreatif bahkan juga berkreasi dalam segala bentuk/ konten (isi/materi).

Lingkungan Non-Fisik (Psychological State)

Lingkungan yang kondusif akan menjadi enerji untuk memunculkan kreatifitas. Kreatifitas dalam kelas atau pembelajaran membutuhkan tidak hanya pengetahuan dan kemampuan guru dan peserta didik, juga lingkungan kelas yang dapat mengembangkan percaya diri dan keberanain. Para guru dapat memanfaatkan pengaruhnya untuk menciptakan suasana yang dapat melahirkan belajar kreatif. Untuk mewujudkan pembelajaran kreatif diperlukan kemampuan melahirkan gagasan dan kondisi emosional dan motivasional. Kondisi ini termasuk keinginan individu untuk memfungsikan diri secara kreatif. Lebih jauh lagi kreafitas memerlukan suatu lingkungan yang memberikan kebebasan kepada individu mengekspresikan ide, responsive terhadap gagasan baru yang memungkinkan anak didik dapat mengevaluasi secara bebas dari rasa ketakutan, ditolak atu dimaki. Untuk itu, guru dapat membantu menyingkirkan segala hambatan yang menghalangi kreatifitas muncul atau tumbuh yaitu membangun suatu suasana atau lingkungan yang memungkinkan anak didik dapat mengekspresikan idea atau fikirannya secara bebas (Crowley 1997; Best and Thomas 2008). Lingkungan non-fisik tersebut meliputi berbagai kondisi sebagai berikut:  Kondisi intrapersonal yang mendukung pewujudan berfikir kreatif dikembangkan ketika guru membantu anak didik memahami kemampuan berfikir divergent dan percaya diri, kendati ada gerakan kontra pengembangan kreatifitas. Kondisi emosional untuk memunculkan kreatifitas perlu dikembangkan atau ditingkatkan ketika guru mendorong anak didiknya menyadari dan menghargai perasaan anak didik. Pada waktu bersamaan, motivational climate yang mendukung tumbuhnya berfikir divergent ditumbuhkan ketika kecemasan menurun dan perasaan merasa terancam mulai tersisih. Salah satu caranya adalah meningkatkan keadaan interpersonal yang mendukung daya berfikir kritis tumbuh. Misalnya, guru mendorong anak didik yang kreatif menyajikan gagasan yang relevan dengan tujuan orang lain.  Pada waktu bersamaan, anak didik dibimbing untuk dapat mengekspresikan kritik terhadap ide orang lain dengan cara yang konstruktif dan positif. Guru tidak hanya membantu kelompok anak didik yang kreatif juga membantu orang tua mereka memahami bahwa anak-anak mereka berbeda dibanding dengan anak-anak lain (kreatif). Guru hendaknya memainkan peran untuk mengatasi faktor-faktor yang akan mengahalangi lahirnya kemampuan berfikir divergent dengan (a) mengeleminasi sanksi negative terhadap fihak yang melawan fikiran divergen; (b) mengurangi perasaan khawatir “betul atau tidak betul” ide, karya dan tindak individu; (c) mengatasi perasaan putus atas dan rasa teralinasi (atau tidak mempunyai arti=meaningless) di kalangan mereka yang memiliki kemampun berfikir  divergent yang tinggi; (d) mencegah ejekan atau cercaan dari kelompok; (e) mengurangi kesalahfahaman dan rasa putus asa dengan orangtua. Iklim atau lingkungan non fisik yang mendukung kreatifitas tidak hanya memerlukan eliminasi unsur-unsur negative atau penghalang terhadap muncul atau berkembangnya kreatifitas, juga menghadirkan faktor-faktor positif, misalnya (a) sensitif terhadap perasaan dirinya; (b) menaruh perhatian terhadap pengalaman sensori; (c) terbuka terhadap gagasan baru; dan (d) menghargai gagasan baru atau gagasan aneh (Cropley 1997).

Pengajaran dan Pembelajaran Kreatifitas (Teaching and Learning Creativity)

Pembentukan perilaku kreatif termasuk berpikir kreatif membutuhkan suasana/iklim yang mendukung. Fasilitas diawali dengan pemikiran tentang software berupa perancangan modul kurikulum, tujuannya, sasaran yang akan dicapai, metode dan teknik melaksanakannya dan evaluasi pelaksanaan modul tersebut.  Selain itu untuk mewujudkannya dalam aktivitas operasionalnya dibutuhkan hardware, berupa sarana pendukung fisik dan non-fisik. Sasaran dari pengajaran dan pembelajaran kreatif adalah melakukan perubahan (transformasi) terhadap sikap pasif ke bersikap, berfikir dan dan bertindak kreatif. Peserta didik diharapkan dapat mencapai perubahan sikap imelalui proses pembelajaran yang tepat, baik dalam materi, pendekatan dan metoda pembelajaran. Sikap seorang kreatif dicirikan dengan sejumlah karakter, misalnya rasa ingin tahu yang kuat untuk memperoleh jawaban akan segala hal yang diamati dan dipikirkannya, sikappdan dan pandangan terbuka ke segala fenomena yang diamati (open minded), tekun, motivasi intrinsik yang kuat dan memiliki daya tahan (endurance) untuk terus berpikir sampai mencapai hasil pemikiran misalnya berupa gagasan atau produk nyata. Juga pesera didik memiliki karakter fleksibel dalam pengertian lincah berpikir dari satu dimensi ke dimensi pemikiran lainnya, lancar dan mudah menghasilkan ide yang mengalir, menggunakan cara berpikir lateral atau divergen. Sikap kreatif merupakan proses mental yang dapat menghasilkan suatu karya kreatif atau inovatif yang bermanfaat dalam wujud benda atau non benda dengan syarat bahwa ada fasilitas lingkungan yang tersedia untuk penciptaan itu. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran siswa agar menjadi bermental kreatif, mereka perlu diarahkan untuk selalu mengasah proses mental tersebut dan diberikan pula kesempatan dan fasilitas untuk tumbuh kembangnya daya kreatifitas itu.  Proses pembentukan ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan tergantung pada operasionalisai konsep kreatif dan kontek kemampuan yang ingin dicapai. Beberapa definisi yang digunakan adalah: terciptanya ide baru yang orisinil (adakalanya definisi tersebut dianggap rancu. Misalnya apakah ide yang diperoleh dari hasil modifikasi dari apa yang sudah ada sebelumnya dapat dikatakan orisinil/asli atau kreatif), suatu karya baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, kombinasi ulang (recombination) dari karya karya lain sebelumnya, dan lain sebagainya.  Perbedaan pengertian ini membawa konsekuensi pada metode dan teknik yang berbeda dalam pembelajarannya. Metode dan teknik pembelajaran ini harus mempertimbangkan cara penyampaian/pemberian yang membentuk proses mental kreatif.  Sebagai suatu contoh metode yang memfasilitasi terbentuknya proses kreatif melalui apa yang disebut Prinsip Kerja Kreatif. Prinsip kerja kreatif dicirikan dengan, misalnya, mengamati proses pembelajaran yang terjadi secara total antara olah raga-olah pikir-olah rasa-olah hati; terjadi secara acak dengan perjalanan mulai dari ide/gagasan – kemudian proses- sampai hasil akhir; menggunakan logika, rasa, imajinasi, intuisi; proses pernyataan (konkritisasi) dari pergumulan yang bersifat abstrak menjadi sebuah berbentuk; relatif (bahkan subyektif) sudut pandang atau perspektifnya. Kerja kreatif berorientasi pada proses yang berkesinambungan dan hasil akhir merupakan kesimpulan sementara; dan terbentuknya kesadaran baru merupakan hal yang sangat penting. Pendekatan lain misalnya metode yang disebut cooperative-holistic, yang menggunakan pendekatan Neo Humanistic Education (NHE-Learning), yang mengikuti proses bertahap dimulai dari Orientasi, Eksplorasi, Partisipasi, Interaksi, Social Skill:  Kepemimpinan. Apapun pendekatan yang digunakan untuk menumbuhkan sikap dan motivasi berpikir dan berprilaku kreatif, penerapan berjalan berproses atau bertahap sesuai dengan perkembangan anak didik menurut jenjangnya (PAUD, Pendidikan dasar dan Pendidikan Menengah).  Arti bertahap juga dimaksudkan sebagai adanya pertimbangan pembentukan sikap yang dimulai dari pembentukan prilaku atau sikap Kreatif sampai dengan bertindak kreatif dan menghasilkan produk kreatif.  Metode dan teknik pengajaran dan pembelajaran ini  harus pula didukung oleh  beberapa persiapan dan fasilitas agar tujuan ‘pendidikan kreatif” tercapai, seperti kondisi eksternal seperti  wahana yang memicu proses kreatif, fasilitator yang dapat menggugah proses kreatif, sarana fisik dan non-fisik yang menstimulasi siswa untuk berpikir kreatif, networking atau jejaring yang memudahkan akses untuk bertindak kreatif, dukungan orang tua, dan sistem pendidikan yang memberdayakan pengajaran pembelajaran kreatif. Juga kondisi internal dalam proses mental siswa yang mencirikan adanya perasaan rileks-bebas-bermain, proses berpikir divergen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun