Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Potret Rakyat dalam Pusaran Ketidakadilan

25 September 2025   05:24 Diperbarui: 25 September 2025   05:24 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memangnya inteligen kita hanya makan tidur saja kerjanya? Apakah tidak merasa direndahkan jika demikian masyarakat menganggap merekalah yang menjadi dalang di belakang semuanya itu?

Kebijakan fiskal pro-rakyat pajak dan harga kebutuhan pokok harus realistis, jangan menjadi beban berlebihan bagi rakyat kecil. Rakyat sudah susah makan, masa harus ditekan dengan berbagai macam pajak dan juga harga kebutuhan pokok melambung?

Sekarang jaman internet dan AI, lihatlah negara-negara lain bagaimana dia membela rakyatnya. Tirulah yang baik dan buang yang buruk. Negara kitakan ber-Tuhan, masak kalah dari negara yang atheis?

Dari Jeritan ke Harapan

Teks singkat yang berbunyi "mencari emas ditangkap... harga barang tidak masuk akal" adalah ringkasan rasa frustrasi kolektif masyarakat. Ia bukan sekadar keluhan, melainkan alarm.

Jika negara hanya hadir untuk menghukum rakyat kecil, tetapi absen dalam melindungi mereka dari judi online, salah sasaran bansos, dan harga yang mencekik, maka fungsi negara sebagai pelindung justru dipertanyakan.

Namun, keluhan ini juga bisa menjadi titik balik. Ia bisa menjadi dasar refleksi bahwa pembangunan bukan hanya soal angka di laporan ekonomi, melainkan soal bagaimana rakyat kecil bisa hidup bermartabat tanpa takut ditangkap ketika mencari sesuap nasi.

Jika rakyat masih mampu berusaha, maka berusahalah. Begitu pula dengan saya. Usia saya sudah tua dan tidak punya pekerjaan. Setiap kali melamar, lamaran saya selalu ditolak karena umur dianggap sudah melewati batas. Bantuan sosial pun tidak saya terima. Padahal, saya sudah puluhan kali menghadap ke pihak desa maupun dinas sosial kabupaten untuk meminta bantuan.

Seharusnya rakyat bisa mengajukan bantuan secara online, lalu di verifikasi langsung oleh pemerintah pusat. Sebenarnya, cukup dengan melihat data kependudukan di catatan sipil. Namun, nyatanya data yang dibuat dengan anggaran triliunan rupiah itu ternyata tidak banyak berguna.

Seharusnya, cukup dengan mengklik sebuah nama, pemerintah bisa mengetahui data lengkap seseorang: berapa usianya, apa pekerjaannya, di mana dia tinggal, dan seterusnya. Dengan melihat data dari dinas kependudukan, pemerintah mestinya sudah dapat memutuskan apakah seseorang layak menerima bantuan atau tidak.

Namun, kenyataannya semua itu dibiarkan. Tidak dipedulikan. Pemerintah hanya sibuk membuat kesimpulan di atas meja, seolah-olah rakyat sudah sejahtera, makmur, dan pertumbuhan ekonomi tinggi. Padahal, realitas di lapangan jauh berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun