Akibatnya, aktivitas mereka dianggap ilegal. Padahal bagi mereka, itu sekadar cara untuk menyambung hidup.
Menjual kayu: aktivitas serupa terjadi di bidang kehutanan. Masyarakat adat yang sejak turun-temurun mengambil kayu dari hutan untuk kebutuhan sehari-hari bisa diproses hukum dengan tuduhan ilegal logging, sementara perusahaan besar dengan konsesi luas bebas menebang hutan dengan restu regulasi.
Terkadang juga mereka berbohong, mengatakan untuk tanaman tertentu, tetapi yang mereka tanam hanya di pinggir jalan, di tengahnya kosong. Lalu uangnya yang triliunan di kropsi.
Lalu lahan itu dibiarkan terbengkalai selama puluhan tahun. Ketika masyarakat mengolahnya menjadi kebun sawit atau karet, mereka tarik kembali dengan dukungan aparat.
Jual bensin: di pelosok, masyarakat sering membeli dan menjual kembali bensin eceran karena akses SPBU jauh. Namun, penjual eceran kecil justru sering dianggap menyalahi aturan.
Masalah utama di sini adalah kebijakan dan hukum yang tidak adil. Rakyat kecil yang mencari nafkah skala mikro diperlakukan sebagai kriminal, sementara aktivitas korporasi skala besar yang jauh lebih merusak lingkungan sering mendapat perlindungan resmi.
2. Pekerjaan yang Tidak Ada
Kalimat berikutnya berbunyi: "Pekerjaan, tidak ada."
Ini menunjukkan bahwa akar masalah sebenarnya adalah pengangguran. Banyak orang tidak mendapat akses pada pekerjaan layak, sehingga mereka mencari alternatif. Namun, alternatif itu sering dianggap melanggar hukum.
Akibatnya, rakyat miskin terjebak dalam dilema:
Kalau diam, tidak bekerja, mereka kelaparan. Kalau berusaha sendiri, mereka ditangkap.