Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

BBM Beroktan Rendah Mau Dikiamatkan?

20 Juni 2020   17:15 Diperbarui: 20 Juni 2020   17:09 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi SPBU (sumber: kompas.com)

Sebelum BBM beroktan rendah akan dikiamatkan oleh Pemerintah (https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/19/073200315/4-jenis-bbm-yang-harus-dihapus-pemerintah).

Penulis ingin berbagi pengalaman menggunakan BBM Bensin dan Pertalite dalam perjalanan pulang pergi menggunakan sepeda motor dari Ibu kota Kabupaten ke Ibu Kota Provinsi sejauh 367,5 km atau kurang lebih 735 km PP. Hal ini telah penulis lakukan lebih dari 200 kali sejak tahun 1992.

Penulis mengantarkan anak untuk mendaftar ulang karena dia lulus di sebuah PTN di Ibu Kota Provinsi tahun 2012. Kami berdua masing-masing mengendarai sepeda motor sendiri-sendiri, karena punya dia langsung untuk kendaraannya kuliah, sementara punya saya adalah untuk kendaraan kembali lagi ke ibu kota Kabupaten.

Anak saya mengendarai sepeda motor bebek kubikasi 110 cc karburator dan saya bebek 125 cc PGM-FI. Biasanya jika saya pergi sendirian, maka hanya sekali isi BBM kira-kira di pertengahan jarak antara kedua kota itu, karena konsumsi BBM sepeda motor saya mencapai 61,8 km/liter dengan metode ECE R40, sementara kepunyaan anak saya 58 km/liter.

Dengan kapasitas tangki BBM masing-masing sama, yaitu 3,7 liter. Maka sepeda motor saya mampu menempuh jarak sejauh 228,66 km dan punya anak saya sejauh 214,6 km untuk sekali isi. Sehingga dari kota kabupaten tempat tinggal kami jika diisi full tank, maka dalam perjalanan hanya sekali isi saja sudah sampai ke ibu kota provinsi.

Namun tidak dinyana pada hari kami berdua berangkat itu, ternyata tidak ada SPBU yang menjual Premium, yang ada hanya Pertalite. Terus terang saja saya ini orang yang tidak mudah percaya dengan anjuran berkaitan dengan BBM kendaraan bermotor apalagi jika berharga lebih mahal dan belum terbukti benar.

Saya berpikir pada waktu, ini hanyalah akal-akalan Pemerintah saja, menjual BBM yang sama dengan harga berbeda dan diberi warna berbeda pula. Itulah yang membuat saya tetap keukeh menggunakan Premium, karena harganya jauh lebih murah. 

Padahal sepeda motor saya mempunyai kompresi 9,3:1 dan oleh pabrikan disarankan menggunakan Pertalite RON 90, karena lebih cocok untuk memaksimalkan tenaga dan pembakarannya.

Karena memang kami berdua harus berangkat, maka terpaksalah kami mengisinya dengan Pertalite. Pada awalnya saya tidak menyadari perubahannya. 

Tetapi lama kelamaan akhirnya saya menyadari, bahwa tarikan mesinnya terasa begitu ringan dan responsive. Begitu juga ketika kami kembali mengisi BBM di pertengahan perjalanan seperti biasa, ternyata BBM-nya tersisa masih lebih banyak dari biasanya. Artinya Pertalite itu pembakarannya lebih sempurna sehingga lebih bertenaga dan lebih hemat.

Sayapun akhirnya menyadari kesalahan saya tidak percaya dengan perkataan Pemerintah (Maaf ya Bapak dan Ibu di Pertamina). Barulah saya menyadari jika Pemerintah itu ibaratkan orang tua bagi rakyatnya, manalah mungkin orangtua berdusta terhadap anaknya. 

Pastilah semua yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan anak-anaknya. Semenjak saat itu, saya selalu menggunakan Pertalite untuk sepeda motor saya.

Sehingga sekarang berkaitan dengan wacana akan dikiamatkannya BBM beroktan rendah oleh Pemerintah (baca: Pertamina), saya sangat percaya. Bahwa itu bukanlah akal-akalan Pemerintah. Tetapi itu semua demi kebaikan kita bersama, baik ditinjau dari sisi lingkungan maupun untuk keawetan kendaraan milik kita.

Adapun BBM beroktan rendah yang akan dikiamatkan dari muka bumi Pertiwi adalah Premium, Pertalite, Solar, dan Dexlite karena tidak sesuai dengan standar Euro-4, padahal teknologi otomotif di Indonesia sudah mengadopsi teknologi kendaraan berstandar Euro 4 sejak 10 Maret 2017 (https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/19/).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun