"Benarkah itu, Ren?" tanya Abil tidak percaya.
"Iya. Setelah jam istirahat pertama kita disuruh kumpul di aula," pesan Rendra.
Abil teringat peristiwa kemarin bersama ibunya. Ternyata dengan cara seperti ini dia bisa menonton film yang membuatnya penasaran. Ah, syukurlah Abil tidak menonton film itu sendirian. Sekarang terlihat senyum Abil di kedua sudut bibirnya.
"Nah, senyum gitu dong! Dari tadi mukamu asem terus. Apa kamu mau jadi jeruk?" canda Rendra.
Abil tambah tersenyum bahkan dia memajukan bibirnya beberapa centi. Sepertinya rasa penasaran Abil akan terobati. Dia ingin melihat seperti apa PKI dalam film itu? Sekejam itukah PKI sehingga membuat ibunya marah.
***
"Bu, Abil sudah nonton filmnya tadi di sekolah. Kata bu Maya, beberapa adegannya sudah disensor. Beberapa peristiwa  sudah dihilangkan," ucap Abil saat memasuki rumah.
"Ya pasti, kita harus bersyukur bisa merasakan kemerdekaan, Bil. Para pahlawan yang gugur karena kekejaman PKI sangat berjasa sekali untuk negara ini," nasihat ibu Abil.
"Iya, Bu. Abil tahu. Penjajah di mana-mana menyisakan kesedihan. Semoga negara ini tetap terjaga dari keburukan penjajahan ya, Bu," ucap Abil.
"Maksudnya kita masih dijajah, Bil?" tanya ibunya bingung.
Abi tersenyum melihat wajah bingung ibunya. Ternyata, ibunya mudah sekali dibuat penasaran oleh Abil. Penjelasan gurunya di sekolah sudah cukup memberikan gambaran kalau PKI itu memang kejam.
"Duh, maksudnya apa, Bil? Ayo, katakan! Apa kita sedang dijajah? Kalau begitu kita harus berjuang sampai titik darah penghabisan!" seru ibu Abil penuh semangat.