Dr. Putra menatap Pak Walikota sambil tersenyum manis.
"Ya... ya... ya...Saya sampai lupa mengucapkan terimakasih pada Anda, Pak Walikota," kata dr. Putra sambil tergelak. "Terimakasih sudah mengirimkan loyalis Anda, Hakim Ngatiman, untuk membuka sel yang mengurung saya. Tapi sayangnya saya kemari membawa kabar buruk. Hakim Ngatiman sudah tamat riwayatnya. Dia mati dieksekusi oleh anak buah Komandan Keamanan."
"Benarkah itu?" tanya Pak Walikota terkejut dan kini ia menatap tajam pada Komandan Kuncoro.
"Saya hanya mengendalikan keadaan, Pak," jawab Komandan Kuncoro berusaha menghindari tatapan mata Pak Walikota.
Tawa dr. Putra semakin keras. Ia merasa situasi ini benar-benar lucu sekarang.
"Mengendalikan keadaan atau mau memanfaatkan keadaan?" tanya dr. Putra nyinyir.
"Anda sendiri seperti orang yang tidak tahu terimakasih, Dokter," potong sekertaris walikota. "Saya tidak mengerti dengan Anda yang sudah diselamatkan oleh Pak Walikota tapi bisa-bisanya menodongkan pistol ke arah beliau."
"Wuhooo," seru dr. Putra ganti menodongkan pistol ke arah sekertaris walikota. "Dengarkan! Penggemar setiaku berbicara."
"Saya bukan penggemar Anda," kata sekertaris walikota sambil mengangkat kepala menantang dr. Putra.
"Anda tidak menyukai saya karena masalah Proyek Rehabilitasi itu, yah?" kata dr. Putra sambil menyentuh pipi sekertaris dengan pistolnya. "Tidakkah Anda tau siapa yang diuntungkan dalam proyek itu?"
"Anda," jawab sekertaris walikota dengan tenang.