Mohon tunggu...
Meifrizal
Meifrizal Mohon Tunggu... Guru - yang di ambang batas, ada apa?

Selalu berusaha, walau peluang itu satu dari semua, mudah-mudahan itu kita...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak-sajak Perlawatan (II)

25 September 2021   20:02 Diperbarui: 25 September 2021   20:04 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(11)

lulurkan dingin itu

rasakan (di mana jiwa yang malang?)

sendiri di keramaian mengundahkan

tumpukkan pedih entah dari mana datang

lulurkan dingin itu

tubuh ini saudara yang ditinggalkan

(12)

peradaban sering membawa kenangan

            --ingat Adam dan Hawa?

kita mengenang 

di depan kabut sangat tebal

ada bayangan

nanti kita bersua juga dengan ayah dan ibu tercinta 

bertanya: mengapa?

(13)

semestinya kaubawa lekas ingatan itu

perih di dalam di tempat tak kutahu

kembali serupa sakit orang tua didera dingin

ia sekali waktu dahsyatnya

aku tak ingin menambah tanya

esok atau lusa

ia tersangkut entah di mana

(14)

jam yang tak pernah mundur

bukan yang tercinta

ia selalu mendegup jantung

menumpuk cemas dengan peristiwa

kekasih, apabila aroma bunga di atas terbau olehku

apakah kau menggumamkan namaku?

(15)

sebelum lahir kata

segala sudah selesai

ingatan makin tua

tak sampai padanya

begitu menderita

kita

(16)

saat di cermin

tak kutampak ia

yang semalam jadi kawan bergadang

(aku tak peduli)

sebentar lagi semua

di luar rencana

(17)

rahasia

yang membawa ke dalamnya

yang mendadak merubah cerita

yang mengisyaratkan

yang menyusutkan

sepi

mengapa datang tiba-tiba

(18)

di cermin

ada yang malu

dan bergegas berganti rupa

ia tahu sesuatu

tak ingin berbahasa

(19)

tataplah mukaku

cari, barangkali ada yang tersembunyi

esok kau menatap kabut pagi

yang tersembunyi lenyap tersaput cahaya matahari

aku kekasihmu dulu

--entah kata siapa--

takkah kauingat

mengapa kita berjumpa

dan mengirap bersama waktu

(20)

aku datang, aku tak paham

aku pergi, aku tak paham

aku tak cenayang

entah esok kau menagih janji

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun