Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat Cinta Sebatang Pohon

27 September 2021   06:41 Diperbarui: 27 September 2021   06:43 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas selembar daun kering yang terlunta, sebatang pohon menuliskan surat cinta, dengan tetes-tetes embun air mata, yang diubahnya menjadi tinta. Mencoba melukiskan cinta, dengan air mata.

Kepada seseorang yang tercinta, dituliskannya cerita, tentang masa lalu yang begitu indah, yang kini tinggal kenangan indah. 

Kenangan tentang hutan rimba. Pohon-pohon bercumbu mesra. Burung-burung berkicau indah. Hujan menyiram hutan, tanah pun basah tanpa gejolak. Air meresap melalui pori tanah, mendapat tempat istirahat penuh kenyamanan. 

Kini semua tinggal kenangan. 

"Aku kini, sendiri sebatang kara. Tak ada lagi hutan belantara, hanya prahara. Ketika sang hujan ada, datang jugalah sejumlah perkara."

"Kemarin banjir dan longsor menerjang desa. Air mengamuk, tanah berpindah."

"Lalu, kubaca berita. Engkau menyebut ini bencana. Kuasa Sang Pencipta." 

"Padahal sejak kau berkuasa. Engkau memerintahkan manusia dan mesin, memotong pohon. Hingga tiada bersisa, kecuali aku.  Engkau mencipta bencana. Tak ada yang melarang, karena engkau yang punya kuasa melarang."

"Aku masih ingat, engkau kampanye dengan suara lantang, ingin menjaga hutan. Mungkin kau lupa, setelah memeluk mahkota."

"Aku hanya ingin mengingatkanmu, karena cintaku.  Sebelum bencana menimpa istana. Dan segala kuasa menjadi percuma."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun