Aku berhasil menaklukan lelaki itu, tak hanya menjadi obyek dari tulisan-tulisan yang keluar dari setiap bibir dan pikirannya. Kurasa apa yang memabukannya ada di dalam diriku.Â
Malam demi malam kita habiskan untuk masak dan mabuk hingga tanpa sadar, aku mulai menyukai merangkai kata-kata dan menuliskannya. Membeli buku dan membaca buku menjadi satu prioritas dari sepiring nasi padang penuh lemak di malam hari. Aku tak tahu apakah menulis dan membaca buku menjadi sesuatu yang sangat kubutuhkan, atau hanya satu alasan saja untuk sekedar mabuk dan berdekatan dengannya.Â
***
Hingga malam keenam puluh hari lalu kedua mataku berkabung. Hujan mengiringi perjalanan mengantarkan beberapa lelaki dengan pakaian hitam menjemput lelakiku naik ke mobil berplat merah. Warta menceritakan bahwa tulisan-tulisannya yang memabukan tidak hanya memabukan seorang perempuan, sebuah negara berkedaulatan ikut muntah-muntah karena aroma kejujuran dari masakan yang perlahan mulai diajarkan kepadaku.
Hingga malam ini suasana berkabung masih menyelimuti kamarku. Suara dan teriakannya masih lebih harum dari aroma anggur.Â
'Bagaimana anggur mendidih di wajan, di jalan, di oral semalaman, di televisi, di koran ... di kepala orang-orang yang melupakan kita .... Masaklah! Mabuklah!'.
Mungkin lain kali Gana akan kutemukan nyata tidak hanya sosok yang hidup di dalam cerpen dan tulisan-tulisanku. Dimana nama itu akan abadi di buku-buku yang terpajang di toko buku di halaman rumah yang saat ini sedang kurintis.
Surabaya, 2021