Mohon tunggu...
Lilin
Lilin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan

Perempuan penyuka sepi ini mulai senang membaca dan menulis semenjak pertama kali mengenal A,I,u,e,o

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Membuatku Jadi Pemabuk

22 November 2021   14:10 Diperbarui: 22 November 2021   15:14 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi harinya ketika kubuka pintu rumah. kudapati lelaki itu terduduk di kursi kayu di halaman rumahnya. Seperti sedang menunggu seseorang. Kurasa dia menungguku, tatapannya tepat terarah kepadaku. Bahkan tepat setelah pintu rumah kubuka, lelaki itu berjalan ke tempatku. 

Hatiku berdebar seperti ribuan panah cinta memanah tepat ke jantung, terasa bergetar tak karuan, kutarik napas dan berusaha menguatkan diri agar kedua kaki bisa berdiri tegak. 

"Menurutmu bacaan semalam apakah benar-benar kausukai? Jika ingin mengenalku, maka kenali diriku dari tulisan-tulisanku. Jangan memandangku secara sembunyi-sembunyi. Itu namanya mencuri tanpa ingin dikenai pasal pencurian." Ia lalu berjalan meninggalkanku dan kembali memasuki kamar dengan jendela bergorden biru bintang-bintang, tanpa berusaha menanyakan perasaanku saat ini. 

Seperti tulisan-tulisan yang kubaca begitu tajam. Begitu pula  kata-katanya tepat mengenai debar jantungku. 

Rasanya baru kali ini ada seorang lelaki yang begitu kuat dengan segala prinsip-prinsipnya. Aku tak begitu peduli dengan yang tertulis di buku itu. Bagiku lelaki itu cukup mempesona dibanding sebuah buku.

Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, aku hanya ingin terus mabuk bersamanya. Bersama tulisan-tulisan pedasnya tentang pesakitan yang dialami kaum terpinggirkan seperti kita. Malam ini kutemui dia di kamar baca yang baru kuketahui ruang kerja dan sekaligus sebuah toko buku. Ia begitu fokus dengan buku bacaan sehingga tidak menyadari bahwa aku tepat ada di samping ia duduk. Ia nampak begitu menawan dengan kaos hitam tanpa lengan dan selinting rokok di sela-sela jari.

"Oh, Gana. Lelaki yang setiap malam kuperhatikan, tampak lebih mempesona dan berkarakter. Selain daripada kegelapan dan pesakitan yang menyembunyikan segala ketajamanmu. Aku Nai yang tak pernah kauberi kesempatan untuk mengenalmu lebih jauh."

Sejak malam itu, mabuk dan menyalakan api tidak lagi di dalam kamar kita masing-masing. Namun api itu menyala di kedua kepala dan tubuh kami. Hingga membakar apa saja yang ada di sekitar kami. Sehingga selalu saja bara menyala di setiap puisi-puisiku. 

"Nai, jangan hanya satu orang yang kaubakar dengan tulisan-tulisanmu. Buatlah dunia menyala dengan buku-bukumu. Jadi malam ini mulailah menulis." 

Mata tajamnya tepat mengenai retina. Hingga hilang semua ketakutan yang selama ini menggelayut di pelupuk mata tatkala mulai kuurai kata demi kata menjadi cerita. 

"Aku seorang perempuan yang tak bisa memabukan seluruh dunia saat ini, tetapi kalau hanya untuk menjatuhkan keringat di keningmu, tidaklah butuh ribuan kata." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun