Mohon tunggu...
Lilin
Lilin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan

Perempuan penyuka sepi ini mulai senang membaca dan menulis semenjak pertama kali mengenal A,I,u,e,o

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Membuatku Jadi Pemabuk

22 November 2021   14:10 Diperbarui: 22 November 2021   15:14 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara adzan magrib berkumandang. Waktu menutup gorden jendela kamar. Meskipun rasa penasaran belum sepenuhnya hilang dari pikiran. Kuputuskan untuk mengakhiri segala keingintahuan tentangnya. 

Kupaksakan mata terlelap tepat beberapa menit setelah sembahyang. Seperti biasanya malam menjadi waktu yang tepat untuk mengenalnya. Tepat pukul dua belas, hasrat di dalam kandung kemih memaksa untuk terjaga. Air kamar mandi yang dingin ternyata sangat ampuh menghilangkan kantuk dari dalam diriku. kuberjalan membuka gorden dengan terburu.

Lagi kupandangi jendela seberang kamar. Sudut mata menangkap bayangan hitam bergerak di antara kegelapan, hanya nyala lampu dari mesin ketik modern cukup memberi kepastian bahwa ia masih di tempat yang sama ketika sore tadi kutinggalkan saat terserang kantuk. 

Sudut matanya mulai meredup, mungkin lelah seharian mengeja huruf-huruf mana yang siap untuk dituliskan menjadi cerita. Kali ini sorot matanya cukup jeli, melihat jauh ke depan. Tepat dimana mataku mengarah. Mata kita saling bertatapan. Ah, mungkin inilah yang dinamakan jerit hati di tengah malam. Aku tak peduli jika nantinya dia menilaiku lancang, karena diam-diam mencuri perhatian. Biarkan saja apa peduliku, aku hanya ingin menikmati wajah kerasnya berkali-kali. 

Dua kerling mata mengisyaratkan sesuatu, entah tak dapat kuartikan apa. Hanya setelah itu tanpa berpamitan dia menutup gorden biru bergambar bintang, menjadi satu-satunya penghalang di antara kita.

Sedikit kecewa kututup pula gorden putih bunga-bunga di jendelaku. Biarlah esok pagi yang akan kembali mengartikan pandangan kita. Kulangkahkan kaki mendekati rak buku di sudut tempat tidur. Meskipun bukan seseorang yang menggemari membaca, tapi masih satu-dua buku kubeli setiap bulannya. Sebagai asupan gizi untuk isi kepala. 

"Rasanya begitu tolol jika perempuan modern membiarkan waktu sia-sia tanpa belajar," pikirku.

Sampai satu bungkusan coklat kudapati tergeletak di rak teratas. Pada bungkusan itu tertulis.

'Bagaimana anggur mendidih di wajan, di jalan, di oral semalaman, di televisi, di koran ... di kepala orang-orang yang melupakan kita .... Masaklah! Mabuklah!'.

Hatiku bertanya dari siapakah bungkusan berwarna coklat ini, sementara beberapa waktu aku sedang tidak menunggu kiriman atau membeli barang melalui online? 

Karena berada di rak buku, dan di dalam kamarku. Tidak menjadi sesuatu yang lancang jika rasa penasaran membuatku membuka bungkusan bersampul coklat, yang bisa kupastikan jika isi yang ada di dalamnya adalah sebuah buku. Semalaman kubaca buku yang sampai halaman terakhir tidak kuketahui siapa pengirimnya, karena memang tidak ada nama pengirim di sampul itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun