Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hinaan Menjadi Motivasi

5 Februari 2023   20:32 Diperbarui: 5 Februari 2023   20:40 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Persiapan telah aku lakukan sebelum kami ke kabupaten. Duit gaji mak kuminta untuk beli baju  secara online. Aku tak mau tampil terlalu kelihatan ndeso. Tak lupa membeli paket internet agar memudahkan untuk memposting dan sebagai pengalih perhatianku jika bengong nantinya. Aku sadar kehadiranku biasanya tidak begitu dihiraukan oleh sepupu. Hanya sapa sekedarnya, mungkin kedekatan tak terbentuk dikarenakan kami berjauhan. Padahal aku selalu melihat media sosial mereka juga.

Tidak cukup dana, Mak pun akhirnya meminjam uang kepada majikannya untuk ongkos dan uang pegangan kami selama di sana nantinya.

"Wah, pesta yang meriah nanti, nih, aku juga besok maunya kek gini juga, Mak," bisikku ketika turun dari mobil angkutan. Mataku takjub melihat tenda besar yang mulai dipasang di halaman rumah Pak Lek Tiok.

Mak tidak menanggapi ucapaku, ia hanya tersenyum hambar.

Suasana rumah  Diah sudah ramai dengan segala kesibukan. Kami disambut dan beramah tamah sekedarnya lanjut dengan cicilan kerja yang sangat banyak. Mak mulai berbaur dengan lainnya dan sibuk. Aku ke ruang kamar pengantin dan melihat-lihat orang mendekorasi. Sesekali ada yang menyuruh membeli atau minta ambilkan sesuatu.


Orang lalu lalang, panitia sibuk, saat resepsi para tamu undangan sangat ramai. Mataku lirik sana-sini mana tahu dapat kenalan cowok kota. Nyatanya sepertinya aku tak terlihat, hanya gadis kucel dan biasa saja. Memiliki rupa yang pasaran. Hidung minimalis, kulit gelap, bibir tebal serta wajah yang kusam. Hanya Mak yang dulunya sering memanggilku "Cah Ayu". Kata Mak, mataku bulat bersinar, dengan bulu mata lentik menaungi beningnya mata.

Selain miskin, rupaku juga tak menarik. Sepertinya nasibku tak beruntung. Harapanku mendambakan memiliki pasangan yang kaya untuk merubah nasib. Jika dipikir-pikir mana ada yang mau. Andai ada disalah satunya, jadilah. Rupa tak mendukung, ada harta, seperti si Diah. Wajah dia kan pas-pasan juga sebenarnya. Uanglah yang membuat ia lebih modis dan cantik.

Atau semisalnya harta tak punya, setidaknya berilah pada wajah ini kecantikan. Seperti kisah Cinderella mendapatkan pangeran. Ah, rasa rendah diri mengelayuti diri, mungkin inilah juga yang membatasi pergaulanku. Lebih suka menghabiskan waktu scroll medsos.

Kami berkemas dan sebentar lagi akan berpamitan pulang. Semua tas aku yang menjinjing. Kasihan melihat Mak wajahnya murung, mungkin kelelahan. Sudah seminggu kami di sini. Berberes dan berbenah sisa pesta sudah pun dilakoni.

Di ruang tamu yang luas sudah berkumpul kedua keluarga Pak lekku. Pak Lek Tiok duduk berdampingan dengan Bu Lek Marni. Sedangkan di seberang meja duduk Pak Lek Yanto dan istrinya, Bu Lek Wulan.  Sedangkan kursi yang menghadap ke pintu luar duduklah Diah dan suaminya. Sementara sepupu yang lainnya mungkin masih sibuk di kamar atau di dapur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun