Mohon tunggu...
Meejikuuu
Meejikuuu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar gabut

Just need to pray and try

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dear Sahabatku, Fara (2)

6 Januari 2023   16:19 Diperbarui: 6 Januari 2023   16:31 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Haii sobat!

Aku saranin baca artikelku sebelum ini ya, karena ini kelanjutannya....

Baca juga: Gabut? Nulis Aja

Aku menunduk menyesal. Perasaanku bercampur aduk antara kesal, lelah dan sakit. Baru kali ini hidupku terasa sangat rumit ya Tuhan...

Kak Reza menepuk pelan bahuku, membuatku mendongak seketika. Ia menyembulkan senyum tipis. "Nan, kamu pasti bisa menyelesaikan masalah ini dengan bijak. Semangat."

"Aku cuma takut, waktu yang nggak memungkinkan, Kak," getirku menjawab.

Aku dapat melihat ekspresi Kak Reza setelah mendengar balasanku itu. Senyumnya luntur, dahinya berkerut. Mungkin ia sedikit paham dengan arti ucapanku barusan. Dan aku hanya meninggalkan Kak Reza tanpa basa-basi. Bukan berarti aku tidak sopan, melainkan ada rasa pusing hebat di kepalaku. Dan juga napasku yang terasa sesak. Ini bukan yang pertama kalinya.

Sementara Kak Reza masih mematung di dalam rooftop. Ia masih berusaha mencerna kalimat yang aku lontarkan tadi 'Aku cuma takut, waktu yang nggak akan memungkinkan'

* * *

Singkat cerita. Pada suatu hari aku telah mengerti alasan kenapa Fara marah kepadaku. Ternyata dia suka dengan Kak Reza. Oh, pantas saja. 

Ya, aku tahu itu semua dari Airin, sebangku Fara yang ku temui beberapa hari lalu secara diam-diam. Yang aku heran, ternyata Fara yang justru menjelek-jelekkanku di depan orang lain. Airin bilang, Fara mengatakan bahwa aku orang yang tidak peka, munafik, tidak tahu diri, sombong, centil, dan sok. Aku percaya kepada Airin karena dia anak yang baik dan jujur.

Mana yang tidak menyakitkan?

Kali ini pun aku mendekati Fara yang di tengah keramaian kelas sedang asik membaca novel. Aku menoel-noel pipinya dan tersenyum nakal ala menggoda.

"Ciee, Fara lagi jatuh cinta..."

Fara malah menepis tanganku dengan keras. Tentu saja aku terkesiap. Namun tetap kusuguhkan senyum termanis untuk sahabat tersayangku ini.

"Pergi!" sentak Fara kepadaku.

"Faraa, jangan marah lagi dong. Aku udah tahu kok kamu suka sama Kak Reza. Aku nggak akan deketin dia lagi. Janji...."

Fara menatapku benci. "Kamu tau kan, tong kosong kalau dipukul bunyinya nyaring? Sama aja kayak ucapan kamu yang omong kosong, Nan!"

"Fara---"

Namun satu tamparan sukses mendarat di pipiku. Ini bertepatan dengan pertama kalinya aku ditampar oleh sahabatku. Rasanya nikmat. 

"Aku udah terlanjur benci sama kamu, Nanda! Kamu tahu, semenjak kamu jelek-jelekin aku di rooftop, Kak Reza jadi sering datang dan ceramahin aku yang enggak-enggak. Dasar tukang ngadu!"

Wajahku memerah menahan kesal. "Aku nggak pernah jelek-jelekin kamu, Fara... Justru sebaliknya. Kamu yang jelek-jelekin aku, kamu nyakitin aku, kamu tampar aku, aku diam?"

"Diam tapi menusuk dari belakang, iya?!" tanya Fara dengan tersenyum menantang. "Teman-teman! Nanda ini nggak berakhlak tau. Ngakunya sih sahabat, tapi lebih memihak ke orang lain yang notabenenya adalah teman baru dan 'ketua OSIS lagi'."

Sontak seisi kelas menyorakiku. Fara telah menjadikanku bahan bully-an. Aku langsung menariknya menuju belakang sekolah. Tidak enak juga bertengkar dilihat sana-sini. Bisa-bisa mereka akan mengecapku dan Fara sebagai 'troublemaker'.

Aku membenamkan wajah kesalku ke dalam telapak tanganku yang kini gemetar hebat. Jujur, kini air mataku telah bergumul kuat dan siap untuk diluapkan. Dibilang cengeng? Aku memang cengeng dalam hal dibentak.

Apa begini rasanya kehilangan teman dalam waktu seketika? Aku yang terbiasa memiliki banyak teman, sekarang harus kehilangan mereka?

Cukup. Ini menyakitkan. 

Aku pun menangis terisak. Tetapi Fara, justru ia malah mengatai kalau aku ini tukang dramatis.

"Drama banget kamu, Nan!"

Hati apabila sudah terlanjur kecewa pasti rasanya sakit. Valid kah dikatakan mendramatisir perasaan?

"Fara kamu jahatt... Bilang, kalau kamu bukan Fara kan...." isakku.

Fara terkekeh remeh. "Gini aja deh, kamu mau masalah ini selesai kan? Oke, persahabatan kita cukup sampai di sini!"

Mataku terbuka lebar. Bukan. Ini jelas bukan Fara. Berkali-kali aku menggelengkan kepalaku seraya meremas kuat rok abu-abuku. Sudah cukup aku harus kehilangan teman, haruskah aku kehilangan sahabat sejatiku juga?

"Ra, bercandanya nggak lucu!" gertakku.

"Kamu pikir aku bercanda?!" teriak Fara. "Kak Reza itu suka sama kamu! Dia udah bilang ke aku. Dan kamu pasti tahu sekarang perasaan aku gimana? Udah, nggak usah sok polos. Karena aku nggak suka lihat orang bertopeng!"

Fara langsung melenggang pergi meninggalkanku.

Aku cuma nggak mau kamu menyesal di kemudian hari, Ra... Bersandar pada tembok belakang sekolah ini, aku memerosotkan badanku yang tiba-tiba terasa sangat lemas hingga terduduk di tanah. Berharap cara ini bisa menahan pusing yang menggerogoti kepalaku serta sesak yang merasuki organ pernapasanku. Jantungku pun turut berdebar lebih dari kapasitas normal. Mengapa ini harus kambuh lagi? 

Dan mengapa sakitnya bertambah di dalam lubuk sana?

Akhirnya aku membenamkan kepalaku kepada lutut yang kutekuk. 

Datang Kak Reza yang ternyata sejak tadi melihat aku dan Fara bertengkar. Ia berjongkok, menepuk pelan punggung tanganku. Aku mendongak, melihat ekspresi Kak Reza yang terlihat bingung kecampur kaget.

Sepertinya dia merasakan kalau tanganku begitu dingin. Dan selain itu, wajahku yang pucat pasi menjadi kentara kalau aku sedang tidak sehat.

"Nanda, kamu sakit?" khawatir Kak Reza. "Kamu pucat banget...."

Aku menggeleng. Saking terbiasanya menyembunyikan luka, berkata bahwaku 'tidak apa-apa' nyatanya sedang sangat terluka. Aku hanya tidak mau membebani orang lain. Tapi aku bukan seperti apa yang dikatakan Fara, bertopeng karena suka berpura-pura. Aku lain dari itu. Aku hanya pandai berpura-pura menutupi luka di batinku.

"Nanda kamu jangan bohong. Aku bawa kamu ke UKS yah?"

"Nggak. Aku nggak papa kok, Kak..."

Aku terus menolak. Namun ternyata tidak bisa dipungkiri kalau pusing di kepalaku, sesak yang mengganggu, nyeri di dada dan persendianku, serta jantungku yang berdetak hebat justru semakin membuatku tidak karuan. Aku mengerang keras begitu merasakan seperti ada yang menusuk-nusuk kepalaku. Tentu Kak Reza semakin khawatir. Ia terus bertanya kenapa dengan diriku. Namun aku sudah tidak sanggup menjawabnya, bernapas saja terasa sangat sulit.

Lama-kelamaan pandanganku berkunang-kunang sebelum akhirnya menggelap dengan sempurna.

* * *

Kini aku terbangun dalam keadaan mengenakan pakaian pasien rumah sakit. Mungkinkah Kak Reza yang membawaku ke sini? Lalu di mana dia?

Panjang umur. 

Pintu ruangan terbuka menampakkan sosok yang aku cari. Dia tersenyum membawa parsel yang sepertinya baru ia beli dari luar. Cowok itu berjalan menghampiriku dan duduk di kursi sebelah brankar di mana aku berbaring sekarang. Ia tersenyum lagi. Terlihat sangat tampan. Dia juga sangat baik hingga mau menungguku di sini. Kok ada ya, kakak kelas yang mau berteman denganku?

Aku hendak mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya, tanpa dia, mungkin aku sudah kehilangan nyawa. Tapi tunggu. Apa Kak Reza sudah tahu penyakitku? Bisa saja ia bertanya kepada dokter....

Canggung terasa.

"Nan, kamu sakit apa, sih?" tanya Kak Reza membuatku lega.

Pikirku, ternyata dia belum mengetahuinya. Aku pun mengangkat kedua ujung bibir pucatku guna menerbitkan senyum.

"Cuma kecapean kok, Kak."

Bohong! Kenapa kamu semulia ini, Nanda? Ini yang membuat aku lebih salut sama kamu, Nan.... batin Kak Reza sebenarnya sudah tahu penyakitku.

"Nanda, maaf yah kalau hadirnya aku malah bikin persahabatan kamu dan Fara hancur. Emang nggak pantas kakak kelas macam aku berteman sama kamu."

Heii kenapa begitu... Langsung saja aku menenangkan Kak Reza. Karena ini bukan salahnya. Salahku sendiri. Aku yang kurang sempurna menjadi manusia. Aku yang selalu menyusahkan Fara. Patut saja Fara bosan denganku.

"Kak Reza nggak salah... Yang salah adalah waktu."

"Tapi yang dikatain Fara itu benar. Aku suka sama kamu, Nan. Sejak aku ketemu adik kelas kayak kamu, aku kagum. Aku salut sama kecantikan paras dan hati kamu," aku Kak Reza tulus.

Degghh!!

Terkejut? Sangat. Entah. Rasanya aku ingin tersenyum. Bahagia sekali karena ternyata masih ada orang yang menyukaiku. Toh, ternyata benar selama ini Kak Reza mendekatiku karena ada perasaan lebih?

"Kenapa Kak Reza suka sama aku? Nggak Fara aja...." lirihku.

Kak Reza tersenyum tulus. "Karena perasaan nggak bisa dipaksa, Nan. Nggak usah dipikirin. Yang penting, sekarang aku adalah teman kamu selamanya. Aku nggak akan menggantikan posisi Fara. Tapi aku akan jaga kamu selamanya---jika Tuhan mengijinkan."

Bersambung.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun