Mohon tunggu...
Medium Net
Medium Net Mohon Tunggu... Operator

Semua tentang aktivitas di Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Inovasi Dosen UM Metro Hadirkan Melon Organik Premium dan Berdayakan Perempuan Tani

19 September 2025   17:00 Diperbarui: 19 September 2025   14:51 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: IoT dan Screenhouse Budidaya Melon premium Intanon dan Kedelai Edamame menjadi Efisien, terkontrol Penyiraman dan Pemupukannya, sumber: Sutanto

KALIBENING, LAMPUNG TIMUR – Desa Kalibening, yang terletak di Lampung Timur, lama terjebak dalam siklus pertanian yang memprihatinkan. Pola tanam padi dan jagung yang monoton tanpa rotasi tidak hanya menguras kesuburan tanah tetapi juga membuat petani bergantung pada pupuk dan pestisida kimia. Biaya produksi yang membengkak berbanding terbalik dengan harga jual yang dikuasai tengkulak, membuat pendapatan petani, khususnya kaum perempuan, stagnan di level rendah.

Namun, wajah desa itu kini mulai berubah. Sebuah inisiatif bernama Agroeduwisata Melon Organik Kalibening (Agromelka) yang digagas oleh Universitas Muhammadiyah Metro (UM Metro), berhasil mengubah lahan tidur dan pola pikir petani menjadi lahan penghasil melon organik premium bernilai jual tinggi.

Foto: IoT dan Screenhouse Budidaya Melon premium Intanon dan Kedelai Edamame menjadi Efisien, terkontrol Penyiraman dan Pemupukannya, sumber: Sutanto
Foto: IoT dan Screenhouse Budidaya Melon premium Intanon dan Kedelai Edamame menjadi Efisien, terkontrol Penyiraman dan Pemupukannya, sumber: Sutanto

Memutus Siklus Kemiskinan dari Akar

Data Desa Kalibening mencatat, dari 742 kepala keluarga (KK), sebanyak 234 KK tergolong dalam kategori keluarga miskin. Sebanyak 51% penduduk bekerja sebagai petani dan buruh tani, sementara 49% populasi adalah perempuan yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani dengan upah harian yang tidak menentu, hanya antara Rp 50.000 hingga Rp 80.000 pada musim tanam.

“Masalahnya kompleks. Pola tanam monoton merusak tanah. Ketergantungan pada bahan kimia sintetis mendongkrak biaya. Yang paling menyakitkan, hasil panen hanya bisa dijual ke tengkulak dengan harga sangat rendah. Petani kehilangan daya tawar,” jelas Dr. Hening Widowati, M.Si., ketua tim pengabdi dari UM Metro, menggambarkan kondisi awal.

Melalui program pengabdian masyarakat, tim yang terdiri dari dosen dan mahasiswa ini fokus memberdayakan Kelompok Wanita Tani (KWT) setempat. Pilihan pada perempuan bukan tanpa alasan. Mereka adalah tulang punggung keluarga yang memiliki potensi besar namun belum tersentuh pelatihan yang memadai.

Inovasi Teknologi dan Kearifan Lokal

Solusi yang ditawarkan Agromelka bersifat holistik, dimulai dari hulu ke hilir. Di hulu, petani diajak beralih ke pertanian organik dengan memanfaatkan pupuk organik cair terpatenkan bernama Pumakkal, temuan tim UM Metro sendiri.

“Dengan Pumakkal, yang bahannya dari limbah pertanian dan ternak setempat, petani bisa membuat pupuk sendiri. Ini menghemat biaya produksi untuk pupuk hingga 50%. Yang penting, tanah menjadi sehat kembali dan hasil panen bebas residu kimia,” terang Dr. Agus Sutanto, M.Si., ahli mikrobiologi tim pengabdi yang mematenkan pupuk tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun