Perjalanan panjang yang melelahkan berubah menjadi refleksi tentang hidup, tentang orang-orang yang kita temui, dan tentang kisah-kisah yang belum sempat diceritakan.
Saat kami hampir mencapai kampung halaman, mobil kami tiba-tiba mengalami masalah. Mesin mendadak mati di tengah jalan sepi. Ayah mencoba menyalakan kembali mesin, tetapi sia-sia.
Di tengah kebingungan, sebuah mobil tua berhenti di dekat kami. Seorang pria paruh baya turun dan menawarkan bantuan. Ada sesuatu yang familiar tentangnya, tetapi aku tidak bisa langsung mengenali siapa dia.
Saat cahaya lampu jalan menerangi wajahnya, aku terkejut. Itu adalah Pakde Rasyid, saudara jauh Ayah yang sudah lama tidak kami temui.
Terakhir kali aku melihatnya adalah bertahun-tahun yang lalu, saat aku masih kecil. Tanpa banyak bertanya, ia segera membantu Ayah memperbaiki mobil kami. Ramadan kali ini benar-benar penuh kejutan.
Ketika mobil akhirnya kembali bisa berjalan, Pakde Rasyid mengajak kami singgah ke rumahnya. Kami menerima undangannya dengan senang hati.
Malam itu, kami berbuka dengan keluarga yang sudah lama tidak kami temui, menghabiskan waktu dengan berbincang tentang masa lalu. Perjalanan yang penuh tantangan akhirnya membawa kebahagiaan yang tak terduga.
Rumah yang Selalu Menyambut
Ketika akhirnya kami tiba di kampung halaman, rumah nenek tampak seperti yang selalu aku ingat. Pohon mangga di halaman masih berdiri kokoh, dan aroma khas masakan nenek menyambut kami dari dapur.
Setiap tahun, rumah ini menjadi saksi bisu dari kebahagiaan dan kehangatan keluarga yang berkumpul di bulan Ramadan.
Nenek menyambut kami dengan pelukan hangat. Meski tubuhnya sudah renta, semangatnya tetap seperti dulu. Ia segera menyiapkan teh hangat dan kue-kue kecil yang sudah menjadi tradisi setiap kali kami tiba.
Aku duduk di ruang tamu, menikmati suasana yang sudah lama aku rindukan. Tak ada yang bisa menggantikan perasaan pulang ke rumah.