Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tanpa Memahami Filosofi, Bisa Kering Makna dan Inkonsisten dalam Tindakan

1 Juni 2021   21:38 Diperbarui: 2 Juni 2021   09:04 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Akan tetapi, menjadi tidak berlebihan sekiranya, untuk tetap memaknai filosofi Pancasila. Setidaknya, ini untuk menghindarkan kita semua terlalu terjebak pada simbolisme semata. Terlebih lagi, menjadikan Pancasila sekedar jargon dan produk sejarah, namun kering pemaknaan dan penerapannya.


Sekadar ilustrasi, dari Lima Sila Pancasila, tak satupun yang tanpa ada pemaknaan filosofinya. Sila Persatuan Indonesia misalnya, didasarkan pada kenyataan bangsa Indonesia yang berasal dari ratusan suku, mulai Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua).


Suku dengan keberagaman kultur dan sosial budaya masing-masing ini tetap harus terbingkai dan tersatukan dalam NKRI. Keberagaman dan perbedaan yang juga harus diperhatikan, sesuai pesan ajaran Islam: 'Bahwasanya, telah diciptakan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling memahami (taaruf), dan didamaikan agar tidak terjadi perselisihan (karena perbedaan)'.


'Tangguh!' Memaknai Filosofi Pancasila 

Setiap 1 Juni, menjadi momen peringatan Hari Lahir Pancasila. Lagi-lagi, jargon 'tangguh' menjadi pilihan tema ada peringatan Hari Besar Kebangsaan tahun ini. 'Pancasila dalam Tindakan, untuk Indonesia Tangguh'.


Pancasila pertama kali dicetuskan M. Yamin, yang merupakan seorang sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum. Melalui Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan pada 29 Mei-1 Juni 1945, maka tercetus dasar negara yang diberi nama Pancasila, dan Pancasila ditetapkan lahir pada 1 Juni 1945.


Sementara, mars "Garuda Pancasila" ditulis oleh Sudharnoto, salah satu seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). 'Garuda Pancasila' ini yang kemudian dipakai dan ditetapkan sebagai lagu nasional sampai saat ini. Lirik lagu ini berisi tentang semangat perjuangan dan kesetiaan rakyat Indonesia kepada Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara.


Ya, pilihan mewujudkan 'Pancasila dalam Tindakan' sudah tepat karena memang sudah menjadi keharusan. Bukan sekali ini saja memang. Selama rezim Era Orde Baru Soeharto, Pancasila sudah banyak dicokokkan pada generasi muda, melalui program Penataran Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).


Pasca Reformasi, program pendidikan Bela Negara terus digalakkan, salah satunya tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila dan NKRI. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga tak tinggal diam, melakukan program Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan tiap tahun. Ada juga, ajang pencarian duta-duta Pancasila yang digelar berbagai pihak.


Dalam konteks kekinian, sikap dan tindakan yang mencerminkan nilai-nilai luhur Lima Sila Pancasila memang sudah tak bisa dikesampingkan lagi. Mencokok pemikiran bangsa Indonesia dengan falsafah Pancasila sebagai ideologi kebangsaan mungkin sudah cukup setelah lebih dari 76 tahun.


Dalam konteks tatanan dan kenegaraan, berfalsafah Pancasila mestinya semua sudah bersepakat. Kecuali, ada upaya merongrong atau bahkan menggantinya melalui upaya melawan pemerintahan atau separatisme. Sejak era Orde Baru, pemerintah memang terlalu sibuk memikirkan soal kedaulatan ideologis ini. Hampir berulang selama beberapa tahun terakhir, bagaimana pemerintah terlalu sibuk juga menangkal berbagai dugaan aksi separatis melalui isu-isu radikalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun