Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resolusi Suci Ayu Latifah "Ketika Aku Ingin..."

23 Juli 2019   21:20 Diperbarui: 23 Juli 2019   21:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalakone kanthi laku,

Lekase lawan kas,

Tegese kas nyantosani,

Setya budaya pangekese dur angkara.

Kedelapan anak telah menembang macapat pucung satu per satu. Tinggallah mendengar siapa yang akan maju untuk lomba tingkat kecamatan. Setelah menunggu sampai istirahat berakhir, akhirnya diputuskanlah yag maju adalah Nita anak kelas 4. Gagal. Aku kecewa tidak bisa mewakili sekolah lomba. Tak apa, Nita memang lebih bagus daripada aku. Lagipula kalau ia juara sekolah kan juga mendapat nama. Semua kembali untuk sekolah dan diri sendiri. Semenjak itu, aku sering diminta menembang di desa dalam sebuah acara. Acara yang paling aku ingat adalah saat acara Halal Bihalal. Setelah menghibur di pra-acara dan ishoma dengan lelayu lagu islami. Sebagai penutup, aku diminta membawakan tembang Semut Ireng. Grogi iya, karena dilihat orang se-desa dan beberapa undangan se-desa pangkal perwakilan. Sorak penonton senang. Gegara itulah aku dijuluki 'Sinden Pangkal'.

Naik di kelas 6. Adalah kelas puncak di sekolah dasar. Satu tahun lagi aku akan meninggalkan hari-hariku bersama suasana di sekolah. Aku bakalan jarang dan bisa jadi tidak ketemu dengan guru-guru yang mendidikku dari kelas 1-lulus. Bakalan kehilangan suasana beli jajan di kantin Mak Ririn. Rindu dengan pentol gorengnya. Rindu dengan minuman caonya. Rindu dengan kerupuk yang diberi sayur dan sambal kacang. Rindu pada ote-ote dan roti gorengnya yang khas. Dan, rindu dengan mie goreng yang super lezat sampai menggigit lidah.

Selain Mak Ririn, ada juga Mbah Jemir dan Lik Sisri. Penjual jajanan ringan, makanan, dan minuman. Kedua penjual itu adalah anak dan simbok. Es campur Lik Sisri adalah minuman favorit. Apalagi ditambah dengan sepotong kue bali harga seratus ribuan itu. ada lagi rujak gado-gado. Rujak khas, dengan sayur kangkung, tempe dan tahu goreng, serta ditambah kerupuk undang itu tak kalah lezat. Satu lepek cangkir, gado-gado itu dijual dengan harga lima ratusan. Murah meriah kan. Adalagi yang tak kalah menggigit adalah tempe goreng buatan Lik Sisri. Tempe dengan dilumuri tepung itu digoreng begitu renyah. Biasanya, tempe itu dimakan ditemani oleh sambal saos tomat. Rasanya pedas-pedas manis.

Kisah di balik perjalanan di kelas 6 hingga lulus, terlalu syahdu diingat. Bagaimana tidak? ada aroma cinta-cintaan beberapa teman. Ada aroma kegalauan karena sibuk mengejar kekurangan penguasaan mata pelajaran guna persiapan ujian nasional kelak. Ada pula aroma geng-gengan. Gara-gara kesalahpahaman dan ketidakpahaman maksud hati. 

Beberapa teman, ada yang mulai cinta monyet kala itu. Yah, berawal dari saling mengolok dan menjodohkan tumbuhlah benih-benih cinta. Seperti ketertarikan temanku bernama X dengan teman sekelas Y. Y kebetulan adalah teman dudukku, saat ujian, juga kadang saat mata pelajaran. X tertarik karena Y adalah anak yang pandai di kelas. Sejak kelas 1-5 selalu menempati peringkat pertama. Hanya saja satu yang disayangkan, ia bisa dibilang usil, nakal, dan tak mau kalah. Aku mengaku dia pandai, hingga pernah ia menentang rumus yang diberikan oleh guru kami pada mata pelajaran Matematika. Sebutlah Bu Ariesta guru itu. Guru muda yang baru mengajar saat kami kelas 5.

Di suatu ketika saat mengajar salah satu materi rumus matematika. Y saat mengerjakan tugas tidak menggunakan rumus yang diberikan. Meskipun hasiilnya sama dan benar, maunya Bu Ariesta Y mengikuti rumus yang diberikan sesuai di buku teks. Y, saat itu mengeyel tetap pada caranya sendiri. Katanya, kalau ada rumus yang beda tapi hasilnya sama dan benar, kenapa tidak boleh digunakan. Akhirnya, Y pun mempratikkan rumusnya dalam mengerjakan soal. Ia mengerjakan di papan tulis. Tanpa ada rasa gugup, ia menulis. Menghitung perkalian berapa pun tanpa menunggu lama. Seakan-akan perkalian berapa pun hasilnya sudah terekam di otaknya. Ia ingat semua perkalian. Aku dan teman-teman menatap lekat dari bangku. Begitu pula dengan guruku. Selesai. Hasilnya telah ditemukan. Setelah diperiksa dengan garapan guru, hasilnya sama.

Sebagai guru, Bu Ariesta memberi apresiasi luar biasa padanya. Sering soal dijadikan bahan diskusi. Jawaban dicari bersama, siapa yang mampu menjawab bisa dibagikan kepada teman lain. Semua teman mencoba mengotak-atik rumus dan angka, sehingga dapatlah suatu jawaban. Hingga pernah di suatu kesempatan, dalam satu soal, terdapat 3 jawaban yang berbeda. Karena mendapati itu, semua jawaban ditulis di papan tulis. Dan telah usai, ketiga jawaban itu didiskusikan bersama.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun