Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

T.T.K (Edisi: Dalam Perjalanan)

12 Juni 2023   18:00 Diperbarui: 12 Juni 2023   18:05 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

T.T.K (EDISI : DALAM PERJALANAN)

Mbah Har - Wahyu

T.T.K (MELATI PUTIH - SUCI)

"Aku tahu sesungguhnya bilamana doaku dijawab, yaitu bilamana aku telah menerima segala ketetapanNya (Allah) dengan Ridho"

Aku ibaratkan mataku adalah langit biru. Namanya langit, nampak tinggi diantara awan putih dan mendung jingga. Namanya langit sejauh mata memandang, sejauh apa yang kita pikirkan dan kita rasakan dalam perasaan. Kecuali dalam mata terpejam, saat kita melepas keduniawian, maka akan banyak yang tak tampak di langit sana dapat kita sadari dan maknai artinya.

Dan hatiku laksana taman bunga. Namanya taman bunga, sejauh mata memandang adalah tumbuh bunga-bunga berwarna-warna. Namanya taman bunga, sejauh mata memandang  lepas mewangi di lubuk hati. Kecuali dalam mata terpejam, saat kita melepas keduniawian, maka akan banyak yang tak tampak di taman bunga sana dapat kita sadari dan maknai artinya.

Ketahuilah pula, kenapa aku tidak pernah menahan air hujan turun? Dulu aku suka berjalan-jalan diantara hujan. Tidak sebatas berjalan-jalan, kehidupanku kuhentikan dengan cara  berlari-lari kencang mengejar hujan dan mencari hujan. Memaksakan tanpa batas waktu agar hujan terus turun dengan lebatnya. Jangan pikirkan tentang pelangi atau sekedar menunggu embun menetes di pagi hari setelahnya, atau sekedar tanah menjadi basah, tetapi biar mereka semua tidak tahu ketika itu air mataku juga sedang jatuh menangis. Sekedar menunjukkan kesanggupannya.

Aku pernah berguman, aku ibarat karang tanpa lautan akan lumpuh diterjang panas terus menurus. Dan apa jadinya tanah tanpa tetes air hujan, tentu akan tandus dan gersang.

Dalam kumparan waktu, aku sekarang tersenyum. Sesungguhnya air hujan yang turun menumbuhan taman-taman bunga. Air mata yang luruh menyuburkan perasaanku kepadamu, untuk selalu ingat. Di manapun aku berada, aku membutuhkanmu "Hujan".

Hujan adalah peristiwa dan taman bunga adalah tempat. Dua kejadian waktu mengingatkan kenangan dan mengikat kenangan. Aku lanjutkan ceritaku, denting lonceng ini adalah pertanda waktuku untuk membunuh air mata yang aku sembunyikan. Denting lonceng di malam ini, mengelupas langit jiwaku yang mendung. Surya pulang, burung malam terbang terbang telanjang, gema derita berakhir dengan air mata bahagia yang turun. Basah selalu tanahku, subur selalu taman bungaku tanpa bayangan. Sirna sudah semak belukar.

Aku berjalan di antara taman bungaku. Kau berlari peluk erat tubuhku, sentuh jemari hari ini. Aku minta rebahan sayapmu, bawalah aku terbang bersamamu ke dalam damai. Akan kuhadirkan hujan doa bahagia untuk mewarnai tanah kita tetap basah selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun