Mohon tunggu...
Umar Fondoli
Umar Fondoli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jika kebisuan tidak sanggup memberikan jawaban, menulis adalah cara mudah untuk meringankan beban hidup.

Kalau susah diomongin, ditulis aja......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melawan Arus

19 Februari 2011   21:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:27 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kamu mau menggugat ?’’

"Iya. Seharusnya aku bisa menggugat mereka.’’

‘’Apa kamu tidak tahu, kalau keadilan di negeri ini sangat mahal harganya. Kamu mampu bayar pengacara berapa ? Belum lagi untuk nyogok jaksa dan hakimnya. Kalau tidak punya ongkos, lebih baik berkhayal saja daripada diperas sama polisi, pengacara, jaksa dan hakimnya.’’

‘’Sakit yang paling sakit di dunia ini adalah kesedihan. Kebahagiaan dan ketentraman yang hakiki adalah keihlasan menerima apa saja yang diberikan Tuhan kepadamu. Senang maupun susah. Ingat bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hambaNya,’’ suara itu semakin terdengar jelas, entah darimana.

"Hahaha…sabar…ayo bar, ihlas..ayo klas, hahahahaha…aku tidak butuh itu, aku bosan. Yang aku butuhkan adalah mengakhiri penderitaan ini dengan cara yang elegan. Aku sudah muak dengan anggapan orang-orang yang menyebutku edan, gendeng. Mereka menganggap aku menderita gangguan jiwa. Heheheh…. Kamu tahu kalau aku telah hilang ingatan dan kesadaranku karena perbuatan masa lalu mereka yang sekarang duduk di kursi tahta yang empuk. Hahahaha…hujan turun…hehehe..turunlah wahai hujan, turunlah dengan deras…” aku terus saja berteriak agar suara itu menjawabnya. Dan aku lihat dari arah timur air bah bergulung-gulung bagaikan karpet dikibaskan. Teriakan puluhan orang-orang dari pinggir sungai yang bersuara lantang agar aku memninggalkan batu besar dan lari ke pinggir sungai tidak aku hiraukan. Biarkan mereka teriak sampe putus lehernya, aku akan tetap berdiam di atas batu ini.

Dan tiba-tiba saja aku merasakan tubuhku menjadi ringan seperti kapas. Dan aku tiba-tiba bisa melihat tubuhku hanyut terbawa derasnya arus sungai terbesar di Jawa Timur ini. Tubuhku terus dibawa arus sungai itu ke arah barat. Sementara aku masih tetap berdiam di atas batu besar ini. Ah, aku tidak percaya ? Matikah aku ?


Tidak lama kemudian banyak orang berdatangan dan berkerumun di pinggir sungai bukan untuk menarik tubuhku yang tersangkut dibawah jembatan. Mereka hanya ingin melihat tubuhku. Dan dari batu besar ini aku dengar mereka berbisik-bisik diantara mereka “Orang-orang yang bunuh diri, rohnya tidak akan pernah sampai ke tujuan. Mereka juga tidak bisa kembali ke tempat dari mana mereka datang. Mereka tersangkut di tengah jalan tanpa kepastian.”

Banyak orang ingin keluar dari persoalan tetapi tidak tahu caranya. Mereka yang tidak mampu dan tidak tahu jalan keluar atas kesulitan hidupnya, sebagian memilih jalan keluar dengan cara melanggar hukum. Untuk keluar dari himpitan ekonomi, misalnya, mereka mencuri, merampok bahkan membunuh. Sebagian lagi yang tidak berani mencuri, merampok, dan membunuh memilih mengakhiri hidupnya. Dengan begitu dia menganggap persoalan selesai.

Apakah aku termasuk orang yang tidak tahu jalan keluar atas tekanan batin dan otakku ? Ah, aku rasa tidak ? Karena aku masih duduk di batu besar ini.

Keterangan :
PKI = Partai Komunis Indoenesia,
BTI = Barisan Tani Indonesia,
Lekra = Lembaga Kesenian Rakyat,
Bagitprop = Bagian agitasi dan propaganda.
Dicemplungi : dimasuki
Nyogok : Nyuap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun