Kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang sering kita temui di berbagai wilayah perkotaan Indonesia, termasuk di wilayah kabupaten Jember. Seiring dengan berkembangnya aktivitas di Kabupaten Jember, semakin meningkat pula jumlah penduduk, dan juga jumlah kendaraan yang membuat jalan-jalan di Jember terutama di pusat kota dan kawasan kampus Universitas Jember mulai terasa padat dan macet. Terutama pada saat jam kerja, seperti di pagi dan sore hari. Selain itu, masalah kemacetan ini juga dipengaruhi oleh beberapa keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di sekitar kampus, terutama di Jalan Jawa. Serta parkir kendaraan yang tidak teratur di kawasan ruko juga menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan yang perlu diatasi ini.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Kabupaten Jember sempat mencoba untuk menetetapkan kebijakan Sistem Satu Arah atau SSA di beberapa jalan sekitar Universitas Jember, mulai dari jalan kalimantan, jalan mastrip, jalan riau, hingga jalan jawa. Kebijakan ini mulai di uji coba pada bulan awal Oktober 2023, uji coba ini awalnya hanya berlaku pada jam-jam tertentu saja seperti mulai dari pukul 06.00-08.00, dan sore mulai dari pukul 16.00- 18.00. Kemudian pada akhir bulan Oktober 2023, kebijakan Sitem Satu Arah ini diberlakukan selama 24 jam berturut-turut. Tujuan dari kebijakan ini sendiri yaitu untuk mengurangi kemacetan dan membuat arus lalu lintas menjadi lebih lancar di kawasan kampus. Namun sayangnya, penerapan dari Sistem Satu Arah ini malah menimbulkan perdebatan pro dan kontra dari beberapa pihak. Banyak masyarakat yang merasa tidak diuntungkan dari kebijakan ini. Bahkan banyak pedagang dan warga yang mengeluhkan akses jalan yang menjadi lebih jauh, hal tersebut juga menurunkan jumlah pembeli mereka, hingga ketidaknyamanan saat pengendara harus memutar terlalu jauh untuk sampai ke lokasi tertentu.
Salah satu penyebab terjadinya kegagalan di kebijakan Sistem Satu Arah ini adalah kurangnya penjagaan dalam mengatur jalan secara optimal, beberapa kali pelaksanaan Sistem Satu Arah ini menjadi tidak kondusif dan tidak terkontrol. Selain itu, kebijakan SSA ini juga dinilai kurang bersosialisasi terhadap masyarakat, sehingga banya warga yang tidak tahu informasi lengkap mengenai perubahan arus lalu lintas ini. Â
Dalam ilmu ekonomi perkotaan, masalah kemacetan tidak hanya dilihat sebagai masalah yang ditimbulkan karena meningkatnya kendaraan di jalan, namun lebih luas dari itu. Kemacetan sendiri merupakan salah satu bukti bahwa terjadinya ketidakseimbangan antara aktivitas manusia dengan infrastruktur yang telah disediakan. Mulai dari tata guna lahan yang tidak teratur, ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi, kurangnya transportasi umum yang layak, dan juga kebijakan yang kurang tepat, beberapa faktor tersebut menjadi penyebab terjadinya kemacetan.
Selain itu, kemacetan ini juga memperparah polusi udara dan kebisingan di jalan. Kendaraan yang berhenti maupun berjalan lambat akan mengeluarkan asap yang membuat udara menjadi kotor dan tidak sehat. Suara bising dari kendaraan juga membuat lingkungan terasa kurang nyaman dan menimbulkan kerisihan bagi penduduk sekitar. Jika mereka tidak dapat dilibatjan sejak awal,
Nah, dari kebijakan pemerintah Kabupaten Jember sendiri mengenai Sistem Satu Arah (SSA), sayangnya, kebijakan ini tidak berjalan dengan kondusif dan malah menimbulkan bebrbagai masalah baru. Banyak warga yang merasa kebijakan Sistem Satu Arah (SSA) ini malah menyulitkan dan membuat bingung dalam pengaturan lalu lintas. Dari gagalnya Sistem Satu Arah (SSA) ini memberikan pelajaran penting bagi pemerintah dan juga masyarakat.
Pertama, seharusnya kebijakan lalu lintas ini harus direncanakan dengan sangat matang, bukan hanya dengan mengubah arah jalan saja, tetapi juga perlu didukung dengan pengawasan yang memadai agar pelaksanaan kebijakan ini berjalan dengan lancar. Selain itu, sosialisasi harusnya dilakukan secar luas dan jelas kepada masyarakat agar mereka mengerti dan siap dengan perubahan arah lalu lintas tersebut.
Kedua, keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan itu juga sangat penting. Masyarakat sendiri adalah pengguna jalan yang paling merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. Jika mereka tidak dilibatkan sejak awal, wajar kalau ada banyak penolakan dan kebijakan yang sulit untuk diterima. Dengan melibatkan mereka, pemerintah sendiri seharusnya jadi bisa mendapatkan masukan yang berguna untuk membuat solusi yang lebih tepat.
Ketiga, pemerintah juga perlu memikirkan solusi jangka panjang yang lebih menyeluruh. Salah satunya Adalah dengan mengembangkan transportasi umum yang nyaman dan terjangkau agar masyarakat tidak terlalu bergantung pada kendaraan pribadi. Selain itu, penataan ulang pusat aktivitas seperti sekolah, kampus, dan pusat perbelanjaan supaya tidak memusat di satu titik juga, hal ini bisa pula membantu mengurangi kemacetan. Teknologi pintar untuk mengatur lalu lintas juga bisa dimanfaatkan agar arus kendaraan lebih lancar.
Masalah kemacetan di Jember ini memang bukan hal yang bisa diselesaikan dengan cepat ataupun mudah. Namun, jika pemerintah, masyarakat, dan para ahli dapat bekerja sama dengan baik, masalah ini seharusnya bisa dikurangi secara bertahap. Kabupstrn yang nyaman bukan hanya soal taman yang indah atau gedung yang megah, tapi juga bagaimana warga bisa bergerak dengan bebas, aman, dan efisien dalam aktivitas sehari-hari.
Gagalnya sistem satu arah di Jember menjadi pengingat penting bahwa solusi kemacetan tidak boleh dibuat secara sembarangan saja. Dibutuhkan perencanaan yang matang, data yang akurat, dan yang paling penting yaitu adanya keterlibatan semua pihak terkait. Jika semua ini bisa terpenuhi, maka Jember bisa menjadi kota yang lebih tertib, lancar, dan nyaman untuk semua warganya.