Lalu, manusia-manusia tanpa rasa bersalah menebang pepohonan di tepi jalan, di lingkungan rumah, di hutan-hutan penyumbang ratusan sampai jutaan ribu liter oksigen per harinya.Â
Kita menukar kemajuan dengan kepalsuan. Kemajuan perkotaan ditukar dengan kehidupan glamor. Bangunan tinggi, rumah besar, dan apartemen-apartemen mewah kian dikejar.Â
Dampak kemajuan itu dibayar lewat polusi yang kini kita hirup. Pendapatan besar ditukar dengan pengeluaran lebih besar. Lalu, sisa uang itu dipakai untuk membeli kembali kesehatan dari bangunan bilik-bilik rumah sakit.Â
Sumber penyakit yang sebenarnya datang karena ulah tangan manusia jahil. Sumber oksigen hilang ditukar dengan keindahan sesaat. Pepohonan besar tempat burung bersarang dan sumber kehidupan hewan-hewan kecil lainnya.
Manusia lupa jika mereka tidak hidup sendiri di bumi ini. Ada jutaan hewan-hewan kecil pemberi kehidupan di sekitar lewat kehadiran sebatang pohon besar.Â
Bukan sekedar nilai oksigen dari sebatang pohon besar, tapi juga rantai makanan sesama mahluk hidup di bumi. Manusia sering lupa jika hewan-hewan kecil seperti plankton memberi oksigen secara gratis. Mereka tidak terlihat, tapi berbuat banyak untuk manusia.
Oleh karenanya, kita sebagai sesama makhluk di bumi tidak seharusnya memikirkan diri sendiri. Ekosistem kehidupan dimulai satu pohon di depan rumah. Bukan dengan memesan pintu pagar estetik, kanopi indah, halaman bersemen atau rumah-rumah impian gaya skandinavia.
Satu pohon besar adalah lambang kehidupan untuk makhluk di bumi. Jika belum mampu menanam satu pohon, jagalah tangan untuk tidak menebang pohon-pohon besar di sekitar kita. Biarkan mereka menjulang tinggi dan terus memberi manfaat untuk orang banyak.Â
Penulis,
MasykurÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI