Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Pemerhati literasi | peneliti bahasa | penulis buku bahasa Inggris

Menulis untuk berbagi ilmu | Pengajar TOEFL dan IELTS | Penulis materi belajar bahasa Inggris| Menguasai kurikulum Cambridge Interchange dan Cambridge Think | Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Palsu dan Labelisasi Kecerdasan

9 April 2025   14:51 Diperbarui: 9 April 2025   14:51 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Label unggul melekat kuat dalam dunia pendidikan. Guru berpacu mengejar predikat unggul. Piala-piala, sertifikat, dan bukti fisik dikumpulkan untuk terlihat meyakinkan.

Di balik label UNGGUL, level literasi peserta didik berada di angka mengkhawatirkan. Cakupan penilaian kurikulum seakan mengaburkan kedalaman bernalar dan berpikir siswa di sekolah. 

Level kecerdasan siswa pun acapkali tidak mencerminkan kemampuan memecahkan masalah. Mereka belum terbiasa berpikir kritis dan condong mengikuti permintaan kurikulum.

Sulit membedakan siswa cerdas alami karena kemampuan pribadi. Umumnya, labelisasi kecerdasan terukir dalam angka-angka buatan untuk mendongkrak nama sekolah.

Ketika PISA mengeluarkan hasil, level membaca siswa-siswi Indonesia meresahkan banyak orang tua. Terlebih melihat gambaran perilaku siswa di media sosial, labelisasi kecerdasan semakin terpampang ke permukaan.

Sejauh mana siswa-siswi Indonesia unggul?

Di area publik, tulisan-tulisan pengingat bahkan gagal dipahami oleh masyarakat umum. Larangan buang sampah sembarangan jarang dihiraukan. Himbauan tidak merokok sering diterjemahkan sebagai ajakan merokok.

Orang tua siswa berharap banyak pada guru. Terkhusus dalam hal penilaian anak-anak mereka. Nilai rendah dianggap memalukan dan perlu dirubah.

Orientasi pada nilai 'memaksa' guru mengaburkan makna asemen. Jumlah siswa-siswi cerdas bertambah mengikuti momen sakral akhir masa sekolah.

Literasi guru-guru di sekolah juga bermasalah. Labelisasi guru unggul tidak selalu mencerminkan kemampuan mengajar di ruang kelas. Sertifikat-sertifikat hasil pelatihan sekedar memenuhi angka kredit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun