Akibatnya, guru-guru cerdas alami terpinggirkan. Nilai asli kecerdasan individu jauh lebih sulit diukur dengan kriteria asesmen kurikulum.Â
Ketika guru memberi nilai asli, orang tua boleh jadi tidak setuju. Sekolah harus menanggung malu jika kecerdasan alami dipublikasi ke publik. Bukan berbentuk nilai atau angka-angka tidak pasti, tapi bagaimana siswa mampu bernalar dan menjelaskannya secara verbal.
Literasi siswa-siswi Indonesia harus digambarkan oleh perilaku individu ketika mereka berada di area publik. Labelisasi kecerdasan membuat publik sulit membedakan antara sekolah berkualitas unggul dan pura-pura terlihat unggul.
Era digital memungkinkan masyarakat menilai literasi siswa-siswa sekolah. Guru-guru tidak perlu terlihat pandai untuk menarik minat siswa ke sekolah.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI