Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dua Kebiasaan Orangtua yang Merusak Otak Anak

18 November 2021   18:53 Diperbarui: 20 November 2021   00:45 6182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melibatkan dalam sebuah diskusi. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Sirkuit koneksi di dalam otak membentuk database sesuai dengan kebiasaan. Apapun yang diulangi terus menerus akan menetap lama sampai pada otak bawah sadar (subconscious mind).

Begitupula dengan perilaku anak, semua tergantung pada pembiasaan sehari-hari. Tentunya semua pembiasaan ini sangat terpusat pada orangtua sebagai pembentuk watak anak.

Mau diakui atau tidak, istilah buah tidak jatuh jauh dari pohon benar adanya. Cara orangtua berkomunikasi dengan anak, berinteraksi dan bertutur kata menjadi sumber database otak anak sejak kecil.

Apa saja kebiasaan orangtua yang bisa merusak otak anak? merusak dalam konteks tulisan ini bermakna membentuk kepribadian dan pola pikir yang buruk pada anak.

1. Tidak Melibatkan Anak dalam Rutinitas Harian di Rumah

Ah, biarin aja anak-anak bermain, mereka kan masih kecil'

anak-anak kan masih kecil, belum bisa membantu

Pernahkan kita mendengar ucapan seperti diatas? saya pribadi sangat sering mendengar orangtua mengeluarkan ucapan seperti itu dan membiarkan anak santai, baik menonton atau bermain.

Lalu, orangtua membereskan rumah sendiri, menyapu, mengepel, nyuci, masak, dll. Anak menjadi penonton yang 'dibiarkan' saja. Kemudian orangtua merasa capek sendiri seakan pekerjaan tak ada habisnya.

Seringnya kata 'melibatkan' terdengar sedikit kejam bagi sebagian orangtua, sehingga mereka kasian dan tak tega menyuruh anak. Padahal, banyak sekali manfaat melibatkan anak dalam rutinitas harian.

Tentu, jika berbicara dari segi umur anak diatas dua tahun sudah bisa 'membantu' orangtua. Pada tahap ini anak sudah bisa dikenalkan dengan rutinitas yang baik-baik. 

Ilustrasi gambar: www.parents.com
Ilustrasi gambar: www.parents.com

Misalnya anak perempuan dikenalkan dengan bumbu masak, alat-alat dapur, dan kegiatan membersihkan rumah. Tujuannya bukan membiarkan mereka melakukan, tapi lebih kepada melatih.

Seiring umur bertambah, anak akan mulai perlahan memahami dan tergerak untuk membantu orangtua. Namun, jika anak didiamkan saja tanpa dikenalkan dengan hal-hal simpel diatas maka sampai besar mereka tidak memahami cara membantu orangtua.

Anak laki-laki misalnya bisa diajak oleh ayahnya untuk membersihkan rumah seminggu dua kali dan melakukan aktifitas berkebun. Perlahan tapi pasti ini akan membentuk rasa tanggung jawab pada anak.

Begitu juga saat berbelanja, ajak anak untuk sama-sama ke toko, pasar atau mini market agar mereka bisa belajar tentang kebutuhan harian di rumah.

2. Membiarkan anak Jajan Sembarangan 

Nah, jajan sembarangan bukan hanya perkara kesehatan tapi juga tentang melatih pola pikir (mindset). Membiarkan anak jajan sembarangan akan membentuk kebiasaan negatif.

Makanan yang mengandung gula memiliki efek sangat buruk bagi otak. Khususnya pada makanan yang dijual untuk anak seperti permen, minuman dan kue memiliki sumber gula.

Konsumsi gula bisa membuat otak lemah sehingga daya pikir berkurang. Disisi lain, organ tubuh seperti ginjal dan pankreas bisa mengalami gangguan jika terus menerus bekerja menetralisir gula dalam tubuh anak.

Ini baru dari segi kesehatan, dari sisi keuangan membiarkan anak jajan tanpa kontrol akan membuat mereka gagal membentuk pola pikir yang positif tentang cara menghabiskan uang dengan bijak.

Anak-anak memang belum memahami fungsi uang, tapi orangtua bisa melatih untuk mendidik anak memahami cara menggunakan uang dengan baik.

Misalnya, dari kecil anak bisa dibiasakan jajan makanan sehat dan diberikan nominal uang yang tetap. Tujuannya agar anak paham konsep pemasukan dan pengeluaran dengan baik.

Orangtua perlu menanamkan pemahaman tentang cara 'menghabiskan' uang ke hal-hal yang bermanfaat. Coba bayangkan jika sehari anak bisa jajan Rp.5000 maka dalam sebulan orangtua menghabiskan Rp.150.000.

Belum lagi jika anak meminta ini dan itu yang dengan mudah dituruti orangtua. Pola seperti ini akan membuat anak terbiasa konsumtif dan tidak memahami cara memakai uang dengan baik.

Jika orangtua bisa mengatur jumlah tertentu untuk budget jajan dan memberi pemahaman cara membeli makanan dan minuman yang sehat, maka anak akan belajar tentang konsep keuangan dasar dan sekaligus membentuk pola hidup sehat.

Hal ini tentu tidak bisa dilakukan orangtua tanpa konsep keuangan yang baik, komitmen hidup sehat dan kerjasama antara seluruh anggota keluarga.

Terutama ayah harus memiliki pola pikir yang baik dan menjadi contoh utama dalam keluarga. Jika ini mampu dilakukan dan menjadi sebuah rutinitas harian sudah barang tentu anak akan mengikuti kebiasaan orangtuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun